Borobudur, Candi Budha Terbesar di Abad ke-9

Siapa tak kenal Candi Borobudur? Candi Budha ini memiliki 1460 relief dan 504 stupa Budha di kompleksnya. Jutaan orang mendamba untuk mengunjungi bangunan yang termasuk dalam World Wonder Heritages ini. Tak mengherankan, sebab secara arsitektural maupun fungsinya sebagai tempat ibadah, Borobudur memang memikat hati.

Borobudur dibangun oleh Raja Samaratungga, salah satu raja kerajaan Mataram Kuno, keturunan Wangsa Syailendra. Berdasarkan prasasti Kayumwungan, seorang Indonesia bernama Hudaya Kandahjaya mengungkapkan bahwa Borobudur adalah sebuah tempat ibadah yang selesai dibangun 26 Mei 824, hampir seratus tahun sejak masa awal dibangun. Nama Borobudur sendiri menurut beberapa orang berarti sebuah gunung yang berteras-teras (budhara), sementara beberapa yang lain mengatakan Borobudur berarti biara yang terletak di tempat tinggi.

Bangunan Borobudur berbentuk punden berundak terdiri dari 10 tingkat. Tingginya 42 meter sebelum direnovasi dan 34,5 meter setelah direnovasi karena tingkat paling bawah digunakan sebagai penahan. Enam tingkat paling bawah berbentuk bujur sangkar dan tiga tingkat di atasnya berbentuk lingkaran dan satu tingkat tertinggi yang berupa stupa Budha yang menghadap ke arah barat. Setiap tingkatan melambangkan tahapan kehidupan manusia. Sesuai mahzab Budha Mahayana, setiap orang yang ingin mencapai tingkat sebagai Budha mesti melalui setiap tingkatan kehidupan tersebut.

Bagian dasar Borobudur, disebut Kamadhatu, melambangkan manusia yang masih terikat nafsu. Empat tingkat di atasnya disebut Rupadhatu melambangkan manusia yang telah dapat membebaskan diri dari nafsu namun masih terikat rupa dan bentuk. Pada tingkat tersebut, patung Budha diletakkan terbuka. Sementara, tiga tingkat di atasnya dimana Budha diletakkan di dalam stupa yang berlubang-lubang disebut Arupadhatu, melambangkan manusia yang telah terbebas dari nafsu, rupa, dan bentuk. Bagian paling atas yang disebut Arupa melambangkan nirwana, tempat Budha bersemayam.

Setiap tingkatan memiliki relief-relief indah yang menunjukkan betapa mahir pembuatnya. Relief itu akan terbaca secara runtut bila anda berjalan searah jarum jam (arah kiri dari pintu masuk candi). Pada reliefnya Borobudur bercerita tentang suatu kisah yang sangat melegenda, yaitu Ramayana. Selain itu, terdapat pula relief yang menggambarkan kondisi masyarakat saat itu. Misalnya, relief tentang aktivitas petani yang mencerminkan tentang kemajuan sistem pertanian saat itu dan relief kapal layar merupakan representasi dari kemajuan pelayaran yang waktu itu berpusat di Bergotta (Semarang).

Keseluruhan relief yang ada di candi Borobudur mencerminkan ajaran sang Budha. Karenanya, candi ini dapat dijadikan media edukasi bagi orang-orang yang ingin mempelajari ajaran Budha. YogYES mengajak anda untuk mengelilingi setiap lorong-lorong sempit di Borobudur agar dapat mengerti filosofi agama Budha. Atisha, seorang budhis asal India pada abad ke 10, pernah berkunjung ke candi yang dibangun 3 abad sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 4 abad sebelum Katedral Agung di Eropa ini.

Berkat mengunjungi Borobudur dan berbekal naskah ajaran Budha dari Serlingpa (salah satu raja Kerajaan Sriwijaya), Atisha mampu mengembangkan ajaran Budha. Ia menjadi kepala biara Vikramasila dan mengajari orang Tibet tentang cara mempraktekkan Dharma. Enam naskah dari Serlingpa pun diringkas menjadi sebuah inti ajaran disebut "The Lamp for the Path to Enlightenment" atau yang lebih dikenal dengan nama Bodhipathapradipa.

Salah satu pertanyaan yang kini belum terjawab tentang Borobudur adalah bagaimana kondisi sekitar candi ketika dibangun dan mengapa candi itu ditemukan dalam keadaan terkubur. Beberapa mengatakan Borobudur awalnya berdiri dikitari rawa kemudian terpendam karena letusan Merapi. Dasarnya adalah prasasti Kalkutta bertuliskan 'Amawa' berarti lautan susu. Kata itu yang kemudian diartikan sebagai lahar Merapi. Beberapa yang lain mengatakan Borobudur tertimbun lahar dingin Merapi.

Dengan segala kehebatan dan misteri yang ada, wajar bila banyak orang dari segala penjru dunia memasukkan Borobudur sebagai tempat yang harus dikunjungi dalam hidupnya. Selain menikmati candinya, anda juga bisa berkeliling ke desa-desa sekitar Borobudur, seperti Karanganyar dan Wanurejo untuk melihat aktivitas warga membuat kerajinan. Anda juga bisa pergi ke puncak watu Kendil untuk dapat memandang panorama Borobudur dari atas. Tunggu apa lagi? Tak perlu khawatir gempa 27 Mei 2006, karena Borobudur tidak terkena dampaknya sama sekali.

Sekilas Tentang Terapi Medis

Ada berbagai jenis terapi medis untuk stop merokok. Beberapa orang mencoba stop merokok tanpa bantuan, istilahnya disebut "cold turkey" . Beberapa yang lain mencoba metode terapi sulih nikotin, yaitu menggunakan produk-produk yang mengandung nikotin rendah seperti permen karet, lozenges dan lain-lain. Namun, kenyataannya jarang yang berhasil. Mungkin Anda sudah lelah untuk mencoba. Sekarang Anda boleh merasa lega, karena sekarang ada terobosan baru dan pertama solusi stop merokok di Indonesia!

SEKILAS TENTANG TERAPI MEDIS

VARENICLINE adalah sebuah solusi bagi Anda yang ingin stop merokok dan hanya bisa didapatkan dengan resep dari dokter. Produk ini ditujukan bagi orang dewasa. VARENICLINE tidak dianjurkan untuk usia dibawah 18 tahun, wanita hamil dan menyusui serta digunakan bersamaan dengan produk stop merokok lainnya karena belum ada penelitian lebih lanjut. VARENICLINE harus dikonsumsi selama 12 minggu. Konsultasilah dengan dokter untuk mengetahui apakah VARENICLINE tepat dan aman bagi Anda.

Berdasarkan penelitian, beberapa efek samping VARENICLINE adalah mual, sembelit, buang angin atau muntah, dan mimpi abnormal. Gejala mual merupakan efek samping yang paling umum pada sekitar 30% pasien. Namun, hanya terjadi pada masa awal pengobatan dan sifatnya sementara. Konsultasikan efek samping yang Anda alami. Informasikan jenis obat-obatan lain yang Anda konsumsi sebelumnya. Terutama jika Anda mengkonsumsi obat insulin, asma, obat penurun tekanan darah atau memiliki gangguan ginjal.

Ketika stop merokok, tubuh Anda membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan hilangnya nikotin. Bagi beberapa orang, merokok adalah ketergantungan fisik dan perilaku. VARENICLINE membantu Anda mengurangi gejala-gejala yang muncul karena stop merokok, berupa gejala sulit berkonsentrasi, pusing-pusing dan "bad mood". Serta mengurangi rasa nikmat yang diperoleh dari merokok sehingga dorongan untuk merokok dapat berkurang. Jika Anda sewaktu-waktu kembali merokok lagi, teruskan mengkonsumsi VARENICLINE dan cobalah untuk berhenti kembali. VARENICLINE berbeda karena tidak mengandung nikotin. Cara kerja VARENICLINE adalah dengan memblokir nikotin sehingga tidak menempel pada reseptor otak.

Keputusan untuk stop merokok merupakan pilihan yang tepat. Mungkin Anda telah mencoba untuk berhenti sebelumnya dan belum berhasil. Sekarang ada solusinya bagi Anda untuk menikmati hidup sehat tanpa rokok bersama keluarga Anda. Segera kunjungi dan konsultasi secara rutin ke dokter Anda. Ikuti juga program dukungan stop merokok dan ajak orang-orang terdekat Anda untuk ikut terlibat. Niatnya dari Anda, solusinya ada di dokter.

Manfaat Stop Merokok

Kesehatan adalah aset Anda yang paling berharga. Berdasarkan data yang terkumpul antara tahun 1995 dan 1999, Centers for Disease Control (CDC) memperkirakan perokok dewasa pria rata-rata kehilangan 13.2 tahun dari kehidupannya dan perokok dewasa wanita rata-rata kehilangan 14.5 tahun dari kehidupannya karena merokok. Oleh karena itu, stop merokok sekarang juga.

Risiko-risiko kesehatan akibat merokok sebenarnya disebabkan oleh bahan-bahan lain yang ditemukan dalam rokok Anda. Contohnya, rokok tembakau mempunyai lebih dari 4000 bahan kimia berbahaya dan 250 diantaranya dapat menyebabkan kanker. Berikut ini beberapa dampak dan risiko penyakit akibat rokok:
  • Kanker paru-paru, kanker mulut, kanker usus, kanker ginjal, kanker mulut rahim, kanker darah, kanker tenggorokan, kanker pankreas dan kanker kandung kemih.
  • Penyakit jantung: serangan jantung dan stroke.
  • Gangguan saluran pernapasan: Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK), infeksi paru (pneumonia) dan asma.
  • Pada kehamilan dan persalinan: berat badan lahir rendah, komplikasi kehamilan, infertilitas dan kematian janin secara mendadak.
  • Lain-lain: luka lama sembuhnya, tulang pinggul retak, densitas tulang yang rendah dan katarak.

MEROKOK SEBAGAI RUTINITAS

Bagi perokok, merokok adalah bagian dari rutinitas sehari-hari bahkan menjadi suatu kebiasaan. Apakah Anda juga salah satunya? Banyak hal yang dapat memicu seseorang untuk merokok. Apakah Anda merokok setelah bangun pagi, sambil minum kopi, setelah makan siang, atau ketika berbicara di telepon? Itu adalah sebuah bukti bahwa merokok sudah menjadi rutinitas sehari-hari. Melihat orang lain merokok pun dapat menjadi pemicu Anda untuk menyalakan sebatang rokok.

Jika Anda memang berniat untuk stop merokok, lakukanlah langkah pertama Anda dengan mengenali pemicu-pemicu tersebut dan konsultasikan ke dokter. Merokok bukan hanya sekedar rutinitas semata. Tahukah Anda bahwa rutinitas merokok adalah suatu bentuk ketergantungan nikotin?

Kawin Kontrak Lagi, Reinkarnasi Film Komedi China
FILM Kawin Kontrak kembali hadir versi terbaru, Kawin Kontrak Lagi. Lagi-lagi film ini mengocok tawa dengan aksi-aksi kocak dan konyol. Plus bumbu seks dan porno yang masih dalam batas wajar. Patut dipuji film ini jauh lebih baik dari film Kawin Kontrak pertama. Film ini memberikan karakter-karakter yang berbeda dari sebelumnya. Seperti Jody (Ricky Harun) misalnya, yang tadinya jadi pengontrak kini jadi makelar. Karakter Kang Sono (Lukman Sardi) dibuat semakin lucu dan sok tahu. Juga menghadirkan karakter baru Bos Maung (Teno Ali) yang akan mengocok tawa penonton dengan gaya militernya dipadukan dengan gaya presenter terkini. Film ini bercerita tentang seorang mahasiswa yang membutuhkan biaya hidup untuk dirinya dan keluarganya. Jody yang sudah berpengalaman dengan seks selalu dimintai ketiga temannya agar diajari soal seks. Berkali-kali meminta Jody, pada akhirnya Jody punya ide bahwa itu bisa menghasilkan uang. Jody yang doyan tante bergabung dengan Kang Sono, sang makelar. Hasilnya adalah kehebohan ala Kawin Kontrak Lagi. Lebih lucu, lebih seru, lebih... gila! Desa Pakelonan siap menampung para pejuang cinta dari kota, cewek-ceweknya lebih cantik, lebih ahli, dan lebih... matre. Plus satu bonus panas dari Teh Euis (Wiwid Gunawan). Filma akan kurang seru kalau tidak ada rintangan pemicu konflik. Ada Bos Maung yang sangat ditakuti semua orang karena menerapkan sistem militer untuk menjalankan bisnisnya. Itu membuat satu orang calon istri kontrakan (Talaita Latief sebagai Sesi) yang paling cantik dan mahal, tidak tahan dan kabur minta perlindungan kepada Teh Euis. Film ini mampu mengocok tawa dan menghibur. Ditambah lagi wanita-wanita penghiburnya yang cantik, bisa menyegarkan mata. Tapi, dengan aksi yang lucu dan kocak justru film ini mengingatkan pada film-film komedi China. Tak ubahnya, film itu justru seperti reinkarnasi film-film komedi China.
Kawin Kontrak Lagi sudah bisa disaksikan di bioskop mulai 27 November 2008.

Pemain:
Ricky Harun (Jody)
Lukman Sardi (Kang Sono)
Wiwid Gunawan (Teh Euis)
Teno Ali (Bos Maung)
Talita Latief (Sasi)
Aditya (Hakim)
Adella Rasya (Viva La Diva)
Deby Ayu (Kokom)
Cut Mini (Sus Miranda)

Sutradara:
Oddy C. Harahap

Produser Eksekutif:
Gobin Punjabi

Produksi:
MVP Pictures.

Panduan Membuat Blog di Blogspot


Mungkin ada diantara anda-anda yang belum tahu tentang blog dan bertanya-tanya tentang blog, maka saya akan mengulas sedikit tentang blog menurut versi saya sendiri.

1. Apa itu Blog ?

Blog ( singkatan dari Web log) adalah situs yang sifatnya lebih pribadi, yaitu lebih berat kepada penggambaran dari si pembuat blog itu sendiri.

Blog dibuat oleh para desainer penyedia blog agar bekerja secara otomatis dan mudah untuk dioperasikan , jadi bagi kita-kita yang masih bingung dengan bahasa pemrograman untuk membuat sebuah website tidak jadi persoalan. Apabila anda sudah bisa membuat sebuah account email di internet, maka dalam membuat blog pun saya yakin anda bisa.

2. Cara membuat blog

Seperti halnya e-mail, dalam membuat blog pun kita harus mempunyai sebuah account terlebih dahulu, oleh karena itu silahkan daftarkan diri anda terlebih dahulu di free blog provider (penyedia hosting/domain blog gratis). Free blog provider sangatlah banyak terdapat di internet dan beberapa yang populer saat ini adalah http://www.blogger.com, http://www.wordpress.com serta http://blogsome.com.

Dalam kesempatan kali ini saya akan mengulas tentang cara pembuatan blog di http://www.blogger.com, Silahkan anda klik gambar dibawah untuk mendaftar.

ciptakan blog sekarang juga



Setelah anda berada pada situs blogger.com, anda akan melihat gambar seperti gambar di atas. Silahkan lakukan langkah-langkah berikut ini :

1. Klik tanda anak panah yang bertuliskan " CIPTAKAN BLOG ANDA "


2. Isilah Alamat Email dengan alamat email anda (tentunya yang valid)


3. Isikan kembali alamat email anda tadi pada form Ketik ulang alamat email


4. Tuliskan password yang anda inginkan pada form Masukkan sebuah password


5. Isikan kembali password anda tadi pada form Keyik ulang sandi (password)


6. Isi Nama Tampilan dengan nama yang ingin anda tampilkan


7. Tulis tulisan yang tertera pada form Verifikasi Kata. Beri tanda tik/cek pada kotak di pinggir tulisan Saya menerima Persyaratan dan Layanan.


8. Klik gambar anak panah yang bertuliskan "LANJUTKAN"


9. Tuliskan judul blog yang anda inginkan (nanti bisa di rubah lagi) pada form Judul Blog


10. Tulis nama situs anda pada form Alamat Blog (URL)


11. Tulislah tulisan verifikasi yang ditampilkan pada form Verifikasi kata, jika sudah selesai klik gambar panah yang bertuliskan "LANJUTKAN".


12. Pilihlah gambar (template) yang anda inginkan (nanti bisa di rubah lagi), kemudian klik gambar anak panah yang bertuliskan "LANJUTKAN"


13. Setelah keluar tulisan "Blog Anda telah di iptakan". Klik gambar panah bertuliskan "MULAI POSTING". Silahkan anda tuliskan semau anda, jika sudah selesai klik tombol "MEMPUBLISKAN POSTING".



3. Isi ( Content ) blog :

Bagi para pemula, biasanya mereka bingung setelah daftar membuat blog apa yang harus di isi( diposting ) dalam sebuah blog. Isi ( content ) dari sebuah blog tentu saja terserah kepadasi pemilik blog itu sendiri, apakah mau di isi puisi, perjalan hidup, teknik, ataupun apa saja. Nah di sini saya menyarankan, isilah blog anda tersebut dengan minat ataupun hoby serta keahlian anda sendiri, karena tentu saja di luar sana banyak sekali orang yang tentunya sama minat dan hoby nya dengan anda, sehingga mereka akan tertarik untuk membaca tulisan-tulisan anda.

esa_coolz@yahoo.com


Hanya kita yang bisa menentukan kebahagiaan kita

Jawaban Untukmu

Mungkin aku harus mengatakannya padamu
Walau, kutahu kau sulit menerima jawabku
Lewat sepucuk surat tak bernama
Aku haturkan seuntai resahku

Tentang jalan yang kutempuh
Yang tak seorangpun mau rengkuh
Sebab tak tahu jalan ini berakhir ke mana
Ini bukanlah jalan yang nyaman! Sekali-kali bukan!
[Sementara kau menuduhku berleha-leha]
Malahan, begitu berduri dan menanjak
Terkadang aku menangis dalam diam, kau kan tak tahu itu
Dan rasa sakitnya mencabik-cabik jiwaku
Sebegitu perih jalanku, aku menyimpannya dalam tawa
Tapi, apakah aku harus mundur karenanya?
Sebab aku bukanlah pengecut, aku melawan takut.

Kisah ini memang hanya diperuntukkan bagiku
Akulah yang menulis awal cerita
Aku pulalah yang mengakhirinya
Karena aku seorang laki-laki
Dan laki-laki harus menepati janji
Walau bisa jadi kisah ini tak berakhir bahagia
Mungkin saja aku terperosok jurang, lalu mati
Namun setidaknya aku berjuang atas apa yang kupercayai
Sehingga matipun, masih memiliki arti

Kau mungkin tak pernah tahu
Bahwa aku pun merindukan teman seperjalanan
Sebab keterasingan membawakan dendam
Hei, pandanglah aku sebagai manusia
Bukan sebagai mesin tak bernyawa
Ada kalanya aku begitu lemah, dan butuh pertolongan
Hanya saja, aku tak tahu bagaimana meminta
Sebab akulah serigala yang diasuh oleh buasnya kehidupan
Sehingga taring-taringku begitu tajam
Dan cakar-cakarku meruncing seram
Dalam perjalanan panjang, aku berburu sendirian
Aku hanya tahu bertarung, bukan bercinta
Selama ini, hanya angin lalu jadi kawan bicara
Dalam rintik hujan, aku melolongkan kesedihan
Hidup dalam membangkang, berbeda dan tak serupa
Hingga rembulanku pun mengutukku nista
Lalu makhluk lain mengintip dalam dusta

Walau demikian, aku tak ingin menyakiti siapapun
Sebab jalan ini sangatlah licin dan curam
Tak banyak yang mau melaluinya
Ataupun selamat mengakhirinya
Dalam pengembaraan, kulihat mayat-mayat bergeletakan
Lalu, haruskah aku menyeret seseorang?
Hanya demi kegembiraan seorang resah,
Sehingga aku mengorbankan tumbal
Sampai langit mengungkapkan takdir
Sampai matahari menerakan cahya
Dan menyuruhku beristirahat dalam selimut dunia
Aku takkan berhenti
Aku kan terus berlari
Walau sendiri mengundang sedih

Kusudahi surat ini dengan harapan
Agar kau jangan coba menghakimi
Sekali-kali jangan! Sebab resah dapat menjadi amarah
Dan kau sama sekali tidak mengenalku
Hidup dan jiwaku seperti labirin
Yang manusia tak tahu apa dibaliknya
Begitulah aku, sebegitu pula jalanku.

Satu Jalan, Yang Pasti Melawan

Apakah ini hanya mimpi?
Untuk melihat tunas bangsa ini dalam senyum
Tanpa perlu takut derita merajalela
Saat kemelaratan memagut maut
Menjadikan benih generasi melayu sayu
Meranggas oleh genangan air mata
Dan tumbang, sebelum saatnya berkembang

Apakah ini hanya mimpi?
Untuk berdiri tegak sejajar
Tanpa perlu tertunduk malu
Sebab moral masyarakat sudah sedemikian bejat
Di negeri dimana korupsi dilegalkan
Agama diperjualbelikan dan dikebiri
Sedang hukum diperkosa oleh birokrasi

Apakah ini hanya mimpi?
Untuk mengikut pada angin perubahan
Yang menghembus, berpilin, dan berputar
Meruntuhkan bangunan-bangunan kezaliman
Bersama dengan pemuda-pemuda zaman
Yang tetap menentang, walau aral melintang
Bersikukuh pada idealisme, bukan kenyataan

Satu mimpi, yang mesti digenapi
Satu jalan, yang pasti melawan

Jikalau dan jikalau,
Mimpi ini selamanya hanyalah mimpi
Jangan pernah biarkan aku terbangun!

Jika

Jika pujangga boleh bertanya,
Tentang apa cinta bercerita
Jika pangeran boleh berhasrat,
Oleh apa kasih diikat
Jika perenung boleh melamun,
Ialah takdir akankah bersambung

Demi masa depan yang tiada pasti
Pengelana mimpi berjuang mencari arti
Berharap jawab yang terus saja sembunyi
Di balik hati seorang putri

O, hanya gaung bisu diperdengarkan
Untuk sekuntum kembang, begitu menawan
O, akankah khianat, engkau wahai harap?
Mendesah rindu, bersambut senyap

Satu kata, sungguh sulit diungkap
Terhasut takut, berpadu malu
Kepada pemilik nama yang ingin diucap
Hadirkah aku, di sela benakmu?

Dewi Surgawi

Sampai kapan jalan mesti didaki
Untuk permata nan terus dicari
Akankah waktu menyibakkan tabir?
Akankah takdir tersenyum hadir?

Kulihat puspa seroja sehasta jaraknya
Wahai dewi, yang namanya tertera di kelopaknya
Adakah pintu surga kau yang membawa kuncinya?
Untuk kehormatan yang ingin kujaga

Satu mimpi yang masih dinanti
Satu iman yang harus digenapkan
O, biduk bahtera yang lelah bersauh
Kemanakah kemudi berpulang berlabuh?

Jika kata sudahlah sia
Jika air mata tak lagi ada
Untuk ungkapkan beban disimpan dalam
Oleh sunyi sepi, di malam tiada rembulan

Sebab ini bukan lagi rasa
Melainkan keyakinan tanpa sesalan

Pada Sesatan Jalan

Aku maki dosaku yang slalu membayangi
Aku sumpahi malam tiada pelita suci
Jika naluri membawaku pergi
Sedang hasrat mengikat kuat
Lalu apa yang menyisa?
Hanya lelah yang kudapati
Tanpa sedikitpun bahagia

Aku muak!
Tak lagi bijak
Aku muak!
Dan jiwaku rusak

Dan, iblis selalu merayap dekat
Merayuku pada akhir celaka
Penuh bujuk dan tipu daya
Untuk sekali lagi terantuk
Terjatuh, tenggelam semakin dalam
Tak bisa berhenti, aku terus berlari
Tapi sesuatu menarikku kembali

Aku muak!
Tak lagi bijak
Aku muak!
Dan jiwaku rusak

Aku bermohon pada-Mu sangat
Hanya tak banyak jawab
Dan tiada lagi isyarat
Jika bukan pada pintu-Mu,
Lalu kemana aku harus berpaling
Sebab, tiada selain Engkau yang Maha Tahu
Sungguh, aku takut ajal menjemput
Sebelum doaku ini bersambut

Aku ingin pulang pada-Mu
Tapi, tak ada rumah lagi tuk kembali

Tentang Derita

Jangan pernah bicara padaku
Tentang arti derita
Jikalau tidak dalam satu waktumu
Kau menggigit lidahmu keras, sampai kebas
Tuk menetak rasa sesak
Tuk menolak merintih pada pedih

Kau ingin menangis, tapi tak bisa
Kau berdoa untuk menangis, tetap tak bisa
Air mata lama telah kau buang,
Agar roda terus berjalan dan bertahan
Kini, kau ingin memanggilnya
Untuk tahu bahwa kau masih manusia
Tapi yang tersisa darimu hanyalah –
Hatimu yang dingin membeku
Dan gurun luas tanpa batas

Tak ada apapun
Tak ada siapapun
Tak pernah merasa kehilangan
Karena tak jua pernah memiliki
Dan dunia hanyalah cawan kosong belaka

Dan kehidupan menorehkan dendam
Untuk siapa, dan untuk mengapa
Kau mungkin takkan pernah tahu
Saat resah berubah jadi amarah
Saat lara tanpa lembut belaian
Hingga tak banyak yang tersisa
Hanya kepingan kerikil hampa

Waktu mencarutkan luka sembilu
Tiada tersapu, oleh senyum palsu

Dalam satu waktumu yang itu
Tak seorangpun menginginkanmu
Sebab tak seorangpun memahamimu
Tak ada! kecuali egomu yang membatu
Saat memohon tolong; engkau dibokong
Oleh mereka yang menetap dekat
Oleh mereka yang mengaku sahabat
Dengan pedang kata, menghujam sangat
Hinaan demi hinaan mesti kau kerat
Tiap detik tak jua berhenti, berlalu begitu lambat
Dan kau bertanya sebab apa semua derita ini
Dan kau bertanya mengapa engkau terlahir berbeda
Dan kau bertanya tentang maut yang tak jua mau menjemput
Dan kau bertanya tentang arti hidup dan keberadaanmu
Dan kau bertanya benarkah ada akhir bahagia
Tak banyak jawab, hanya rasa sakit yang menusuk tetap
Tak banyak jawab, dan kau mesti terus bertahan tetap
Meski dunia dalam gulita, tak pula ada cahya

Sementara itu, semua orang menjadi hakim
Dan kau tertuduh, di antara serigala lapar
Kecuali kau, semua merasa benar
Tanpa pernah sekalipun mereka bertanya
Tak sekalipun mereka coba bertanya....!

Sepi di antara keramaian
Sepi yang tak bisa hilang

Kau bawa rintihmu selalu
Untuk disimpan lalu

Jangan, jangan pernah bicara padaku
Tentang arti derita,
Jikalau hidupmu bertabur semburat,
Berbantal senyum, berselimut kasih
Tak satu waktumu kau mengalami derita sesungguhnya

Tapi, siapalah aku bicara padamu
Tentang arti penderitaan
Sebab aku bukanlah –
Bukanlah Ayyub dalam kisah abadi
Yang dimuliakan Tuhan oleh ujian
Untuk melawan derita dalam sendiri
Demi iman sebagai penghujung jalan

Bukan pula Nuh, bahtera nan berlayar
Diabaikan sanak saudara, demi keagungan taqwa
Menjelajah negeri, mencari ridha-Nya
Tanpa pernah berkeluh kesah,
Dalam waktu yang ratusan tahun
Tahun-tahun panjang di mana darah dicucurkan
Ia membangun kerajaan di atas perahu dan karang
Menempuh bahaya, melintasi samudera

Bukan, bukan pula Muhammad,
Sang risalah utama yang berjalan
Olehnya, umat mengenal selamat
Bahwa ia dilempar batu dan berdarah,
Bahwa ia terusir dari kampung halaman,
Bahwa ia diludahi lalu dicaci maki
Itulah harga yang mesti dibayar
Untuk keyakinan termaktub di dalam dada
Untuk kemenangan hakiki nan abadi

Mereka, mereka mengenal derita sesungguhnya
Untuk apa derita, untuk siapa diperuntukkan
Jalan yang menanjak, berbatu, dan tajam
Mereka lalui dengan ta’bah, tak sekalipun menyerah
Tak sekalipun menyerah; Namun selalu berserah pasrah

Maka,
Jika nestapa ialah tangga;
Kan kudaki sampai ujungnya.

Surga di Bumi

Tirai kehidupan tiba-tiba saja tersibak
Teka-teki misteri perlahan terkuak
Dan cahya terang merasuk ke kamarku yang suram
Aku melongok keluar jendela, untuk menyaksikan
Lalu kulangkahkan kakiku mengitari kota
Menghirup napas kebebasan yang melegakan
Dan dunia serasa berubah
Sebab semua menjadi lebih indah
Walau hati ini masih berkandung gundah
Semangatku seakan membuncah
Dan mimpiku berkecambah;

Jalanku menjadi lebih terjal, tetapi sekarang jelas
Hutan mana yang mesti kuterabas
Tak peduli sakit ataupun panas
Segalanya kuterima dengan hati puas
Sebab Rajawali takkan tumbuh jika takut terbang
Dan mentari tak ditakdirkan sembunyi di balik awan
Jika manusia enggan berjuang,
Lalu apa yang didapatkan, kecuali putus asa dan kesedihan

Hari ini, aku hidup demi mimpiku sendiri
Hari ini, mimpiku lebih berharga dan segalanya
Untuk membuktikan bahwa aku benar;
Bahwa keberanian melahirkan keberhasilan
Ketekunan melampaui semua kekuatan
Dan kejujuran bukanlah kelemahan
Hanya satu jawabnya,
Mahkota Sang Raja di istana mesti digenggam

Tapi suatu saat nanti, aku ingin hidup untuk orang lain
Dadaku selalu sesak melihat anak-anak jalanan
Mereka mengemis dan kelaparan
Dan ibu yang menangis tertahan
Saat bencana datang tanpa peringatan
Mereka yang tertindas memohon pertolongan
Untuk keadilan yang tak jua datang
Oh, bangsaku yang wajahnya tercoreng arang
Tunggulah, jika saatku tiba;
Saat aku cukup kuat menanggung beban
Saat kata-kataku bukan lagi angin yang tak dipedulikan

Aku ingin membangun surga
Di atas bumi yang tak sempurna
Dimana semua orang bisa bahagia
Saling berbagi, walau hanya sejumput doa

Sekarang, mungkin tanganku terulur lemah
Dan hanya bisa kusampaikan keluh kesah
Tapi, mimpi untuk suatu saat nanti
Takkan boleh mati; Mesti jadi abadi

" Wahai, Apakah Itu Cinta?

Aku memandang nyalang, pada manusia lalu lalang
Kulihat, tanpa sedikitpun segan, mereka menggamitkan jemari tangan
Kata cinta menguar di angkasa, menghayutkan gemawan mega
Mangaburkan keindahan bintang gemintang, panji dan agungnya bentara
Namun di sini, berdiri aku dalam keraguan
Tak mengerti dan terus bertanya :
Apakah segalon cinta lebih manis ketimbang sececap cita?
Dan apakah bahagia terwujudi harus dengan dimiliki?
Dan apakah seorang pangeran hanya dapat menjadi raja,
Pabila mempersandingkan permaisuri di sisinya?

Dan tanya itu menggiringku masuk ke dalam labirin tua
Lorong pekat penuh lembap yang dindingnya berkeropeng dusta
Penuh tipu daya, tiap simpangannya menyesatkan pengelana
Aku ikuti setitik cahya, dan kulihat jawab di ujungnya

Aku bertanya lantang, “Wahai, apakah itu cinta?”
Kulihat sepasang muda-mudi bergelayutan mesra
Sang gadis tertawa mengikik, sang pemuda menggeliat laknat
Sahutnya, cinta adalah hari ini
Yang tergantikan segera oleh hari esok
Dia adalah kesenangan yang berkelindan selalu
Birahi yang terpuaskan, nikmat yang berseliweran
Aku tercenung, dan terus termenung
Jika cinta adalah pesta pora, lalu apa arti cerita Majnun
Cinta baginya adalah kisaran derita
Tetapi Majnun hanya tahu itu cinta, walau dia buta
Oh, betapa takdir cintanya berakhir nestapa

Aku berpaling dari mereka yang mencemooh nakal
Lalu aku pergi menuju ujung lain lorong teka-teki
Kuikuti suara-suara merdu, tawa, dan musik syahdu
Walau gelap pekat, suara itu menuntunku pasti
Dan akhirnya kulihat panggung megah berdiri kokoh
Dipenuhi penyair dan pujangga sepanjang masa

Dadaku serasa bergolak, aku menyeruak dan berteriak, “Wahai apakah itu cinta?”
Seorang pujangga menoleh, berdiri, dan menjawab panggilanku lalu mulai bersyair,
Cinta adalah roman tanpa batas
Inspirasi yang takkan mati; Api yang takkan padam
Yang geloranya membuatmu remuk redam
Tapi, bagai kecanduan, kau akan terus menyesapnya
Membuatmu merasa terbang menuju menuju mentari yang menyala perkasa
Sekali lagi, keraguan menyelinap dan membisik
Mestikah begitu, sebab kulihat nyala sangat redup
Menyambangi jalinan pernikahan yang suci
Gairah sejoli telah berakhir, tapi tidak memupus ikatannya
Tapi mereka masih menyebutnya cinta
Walau madunya telah habis, Sang kumbang masih hinggap di atas kembang

Aku melengos tak puas, dan berjalan tak tahu ke mana
Kususuri lorong berliku, begitu panjang jalanan, begitu terjal undakan
Dan pada satu tangganya, kulihat seorang pengemis renta mengharap derma
Dia berkata, “berikanlah milikmu yang terbaik, dan kusampaikan kebijaksanaanku”
Aku sebenarnya tak ingin percaya, tapi kakiku terlalu letih mencari jawab
Kuulurkan sebongkah batu mirah sembari bertanya, “Wahai, apakah itu cinta?”

Si pengemis diam dalam takzim, dan menjawab,
Cinta adalah menghamba tanpa bertanya
Ketaatan tanpa memerlukan jawaban
Kau memuja, dan menjadikan dirimu budak dengan sukarela
Kata-kata cinta adalah perintah yang tiada terbantah
Aku terpekur dan tak henti berpikir
Jika cinta merupakan penghambaan, lalu apa arti cinta Ilahi?
Dia yang menurunkan hujan, dan lebih agung dari apapun jua
Dia yang memberikan rizki kepada orang paling durjana sekalipun
Dia yang mencintai makhluk-Nya, dan tak memerlukan apapun dari makhluk-Nya

Aku merasa rugi atas permata yang terbuang percuma
Ini bukanlah kebijaksanaan; melainkan kedunguan!
Cinta si pengemis selamanya menjadikan dirinya pengemis
Yang mengiba, meminta, dan mengharap sejumput kasih
Jika ini dinamakan cinta, maka terkutuklah kata cinta!
Aku muak atas pencarian ini, lalu memutuskan keluar
Labirin tua tak lagi mengurungku, dan bau laut seakan memanggilku
Ini adalah aroma kebebasan yang menarik para pemberani
Dan seperti cerita lama, aku berlayar menuju samudera berombak, –sendiri
Angin kencang membantu lajuku, dan kapalku menuju horizon di tapal batas
Mencari dunia baru untuk ditaklukkan
Di ujung dek aku berteriak penuh kegembiraan
Walau kegembiraan itu kadang dibayar oleh rasa hampa di tengah lautan
Oh, tahun-tahun berselang; musim-musim berganti datang
Waktu-penuh-kenangan yang berkandung duka dan suka
Namun, pada suatu hari yang mengejutkan
Badai datang menenggelamkan apa yang tersisa
Aku lihat puing-puing yang karam, dan onggokan
Sementara aku hanyut ditemani tongkang yang terombang-ambing
Entah mengantarkanku ke mana

Di suatu tempat, saat aku membuka mataku
Aku rasai pasir lembut yang harum baunya
Dan riak ombak bermain-main di sekujur tubuhku
Apakah ini tanah orang- orang mati, ataukah aku masih hidup?
Oh, betapa hausnya aku…seteguk air akan mengobatiku
Dan, aku lihat sesosok datang mendekat
Sorot matanya menatapku lekat
Lalu menuangkan seteguk air pada bibirku yang kekeringan sangat
Pandanganku terasa kabur, dan dunia terasa berputar begitu cepat
Aku berharap dia adalah malaikat tak bersayap yang memberikan jawab
Aku merasa maut sebentar lagi menjemput,
Jadi tak ada salahnya bertanya, toh rasa malu akan terbawa lalu
Setelah sekian lama, sekali lagi aku bertanya, “Wahai, apakah itu cinta?”

Dia termangu,dan hanya tersenyum
Untuk menenangkan jiwaku yang sekarat, dia menatapku lembut
Dan kata-kata bagai menetes dari mulutnya
Kata-kata serasa madu yang manisnya teringat selalu, Jawabnya :
Cinta bukanlah benda untuk dimiliki
Tetapi tindakan untuk diperjuangkan
Cinta adalah kebaikan tanpa imbalan
Pernahkah mentari bertanya padamu atas sinarnya yang terang
Dan pernahkah pepohonan meminta jawaban atas keteduhannya
Jika kau memberikan segelas air pada orang asing,
Dan dia tak berhutang padamu apapun
Itulah cinta.
Bagaikan petani, kau menanam benihnya
Lalu orang lain memakan buahnya, menghilangkan rasa laparnya
Tetap ingatlah, cinta adalah pilihan hatimu
Bukan keterpaksaan dari rasa takut
Sebab cinta tidak pernah membuatmu merasa kehilangan
Dia terus membuat hatimu merasa kaya
Namun, sungguh dunia telah tercerai berai,
Dan manusia menjadi tersesat oleh makna cinta
Tergelincir keserakahan, cinta menjadi memabukkan
Untuk memiliki, bukannya memberikan
Untuk menguasai, bukannya mengasihi
Jika cinta tinggallah nafsu diri belaka
Yang tersisa hanyalah kerusakan semata
Tiada peduli sesama; Semuanya mengagungkan diri jua
Orang menamakannya cinta; tapi itu hanyalah dusta

Hari itu, aku tahu
Bahwa perjalananku bukannya berakhir,
Tetapi baru saja dimulai

Lalu aku mengatup mata
Dan mulai mendoa
Untuk satu pilihan kata di hati.

A Dream's Journey

Di pelukan hangat yang tak pernah kudapat
Di sentuhan lembut yang pergi terenggut
Kisahku dimulai bercumbu sendu
Mencari arti hidup bersandar secuil redup

Di relung ragu aku menatap cemburu
Pada tegar rembulan bersinar terang
Walau mentari pergi sembunyikan diri
Rembulan datang menantang malam

Tergerak sesak, aku berlari di antara retak
Lalu jauh menyepi mensucikan hati
Menuntaskan ilmu, merundukkan kalbu
Bersua mimpi yang tiada bertepi

Dan mimpi itu bersemi
Mengisi hari di tajamnya duri
Secercah harap membuyarkan senyap
Membisikkan arti di jiwa yang mati

Kulalui lorong sempit. Walau sakit!
Untuk impian yang hadir berselang
Di tengah kota, kusapa makna
Di antara lara, di serambi noda

Menaiki tangga, aku mencapai nirwana
Sendiri. Aku pergi.
Mendaki. Jalan janji.
Di gerbang surga, kuketuk rasa

Tapi...
Sepi
Meski...
Tinggi

Lama kutermenung di menara agung
Jiwaku lapar, lalu aku turun ke selasar
Kembali, ke tanah bumi
Berlaku sujud, untuk mewujud

Namun aku tersandung di ujung palung
Di pekat paling pekat
Di hasrat tak tersurat
Oleh takdir yang terus ikut hadir
Gelap itu kembali menghalangi waktu
Dan pegangan tangan tak lagi erat tergenggam
Kabut kemelut menyisakan sejumput takut
Tentang simpangan jalan mensesatkan

Walau remang aku masih terus berjuang
Kepada impian yang menyesapkan tujuan
Malam dan pagi, hanya mimpi itu yang menemani
Memendarkan cahaya samar, di atas kanvas pudar

--
Memoar of A Journey
Wondering how it ends

Koleksi Ucapan Lebaran

Selamat Hari ...... , marilah kita saling mengasihi n memaafkan...
Ku tau kau telah banyak berbuat salah dan dosa kepadaku,
sering meminjam duit n ga ngembaliin, pake motor ga pernah isi bensin, tapi tak usah risau... ku t`lah memaafkanmu...
by.Pis&Lov

Andai jemari tak smpt berjabat,andai raga tak dpt b'tatap
seiring beduk yg mgema,sruan takbir yg berkumandang
kuhaturkan salam menyambut hari raya idul fitri
jikak ada kata serta khilafku membekas lara mhn maaf lahir batin.
SELAMAT IDUL FITRI

Mawar berseri dipagi hari
pancaran putihnya menyapa nurani
sms dikirim pengganti diri
SELAMAT IDUL FITRI
MOHON MAAF LAHIR BATHIN

Sebelum Ramadhan pergi
Sebelum Idul fitri datang
Sebelum operator sibuk
Sebelum sms pending mulu
Sebelum pulsa habis
Dari hati ngucapin MINAL AIDZIN WAL FAIDZIN
MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN

Jika HATI sejernih AIR, jangan biarkan ia keruh
Jika HATI seputih AWAN, jangan biarkan dia mendung
Jika HATI seindah BULAN, hiasi ia dengan IMAN.
Mohon Maaf lahir dan batin

Menyambung kasih, merajut cinta, beralas ikhlas, beratap doa.
Semasa hidup bersimbah khilaf & dosa, berharap dibasuh maaf.
Selamat Idul Fitri

Melati semerbak harum mewangi
Sebagai penghias di hari fitri
SMS ini hadir pengganti diri
Ulurkan tangan silaturahmi
Selamat Idul Fitri

Sebelas bulan kita kejar dunia
kita umbar napsu angkara
Sebulan penuh kita gelar puasa
kita bakar segala dosa
Sebelas bulan kita sebar dengki dan prasangka
Sebulan penuh kita tebar kasih sayang sesama
Dua belas bulan kita berinteraksi penuh salah dan khilaf
Di hari suci nan fitri ini, kita cuci hati, kita buka pintu maaf
Selamat Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin

Faith makes all things possible.
Hope makes all things work.
Love makes all things beautiful.
May you have all of the three.
Happy Iedul Fitri."

walopun operator sibuk n' sms pending terus,
kami sekeluarga tetap kekeuh mengucapkan
Selamat Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin

Bila kata merangkai dusta..
Bila langkah membekas lara...
Bila hati penuh prasangka...
Dan bila ada langkah yang menoreh luka.
Mohon bukakan pintu maaf...
Selamat Idul Fitri Mohon Maaf Lahir Batin

Fitrah sejati adalah meng-Akbarkan Allah..
Dan Syariat-Nya di alam jiwa..
Di dunia nyata, dalam segala gerak..
Di sepanjang nafas dan langkah..
Semoga seperti itulah diri kita di hari kemenangan ini..
Selamat Idul Fitri Mohon Maaf Lahir Batin

Untuk lisan yg tak terjaga
untuk hati yg berprasangka
untuk janji yg tak ditepati
segala kekhilafan. minal aidin walfaizin mhn maaf lahir bathin

Waktu mengalir bagaikan air
Ramadhan suci akan berakhir
Tuk salah yg pernah ada
Tuk khilaf yg sempat terucap
Pintu maaf selalu kuharap
Met Idul Fitri

Walaupun Hati gak sebening XL dan secerah MENTARI.
Banyak khilaf yang buat FREN kecewa
kuminta SIMPATI-mu untuk BEBAS kan dari ROAMING dosa dan kita semua hanya bisa mengangkat JEMPOL kepadaNya yang selalu membuat kita HOKI
dalam mencari kartu AS selama kita hidup karena kita harus FLEXIbel untuk menerima semua pemberianNYA dan menjalani MATRIX kehidupan ini...
dan semoga amal kita tidak ESIA-ESIA...Mohon Maaf Lahir Bathin.

Satukan tangan,satukan hati
itulah indahnya silaturahmi
Di hari kemenangan kita padukan
keikhlasan untuk saling memaafkan
Selamat Hari Raya Idul Fitri
Mohon Maaf Lahir Batin

Andai jemari tak kuasa berjabat
setidaknya kata msh dpt terungkap
Dgn sgl kerendahan hati,
tulus hati memohon maaf SELAMAT IDUL FITRI MAAF LAHIR& BATHIN.

Beralas iklas, beratap doa, hidup ini bersimbah khilaf.
Berharap diri dibasuh maaf, Selamat Hari Raya Iedul Fitri
Taqoballahu Minna Waminkum Taqoballahu Yaa Kariim
Minal Aidzin Wal Faidzin
Mohon maaf lahir & batin

Fitrah kemanusiaan selalu gandrung akan kebenaran. Semoga kita selalu
berjalan di atas fitrah dalam mengatasi krisis bangsa. Selamat Idul
Fitri, maaf lahir dan batin.

When it's black turn white; when it's dark turn light; when a mistaken
turn forgiveness, eagle mengucapkan selamat Idul Fitri, mohon maaf
lahir dan batin.

Walaupun bukan yang pertama, harapannya kami yang tertulus dalam mengucapkan
Selamat Idul Fitri. Mohon maaf lahir dan batin.

Tiada pemberian yang terindah selain kata maaf. Tiada perbuatan yang
termulia selain memaafkan. Selamat Idul Fitri . Mohon
maaf lahir dan batin.

Kesempurnaan hanya milik Allah. Kesalahan dan kekhilafan adalah milik
kita semua. Selamat Idul Fitri. Mohon maaf lahir dan batin.

I met Iman, Taqwa, Patience, Peace, Joy, Love, Health & Wealth today.
They need a permanent place to stay. I gave them your address. Hope they
arrived safely to celebrate Idul Fitri with you. May Allah bless you
and family.

Setelah Ramadhan pergi, setelah Idul Fitri datang, seusai network busy,
setelah sms pending mulu, pulsa habis diisi lagi. Hingga terlambat
ucapkan met lebaran.

Ternyata untuk mencapai kemenangan yang hakiki adalah saat dimana
sapa dan maafmu yang penuh keikhlasan mengiringi proses introspeksi
demi menggapai fitrah yang sarat keberkahan.

Bila kata jadi luka, bila ulah jadi lara, di hari yang fitri ini
izinkan saya memohon maaf dari hati yang paling dalam.

Andai tangan tak sempat berjabat, setidaknya seuntai kata masih dapat
terungkap. Mohon maaf atas segala khilaf. Selamat Idul Fitri , mohon maaf lahir dan batin.

Berkat kesadaran dan kesabaran, sampailah kita pada Hari Kemenangan.
Berkat ketulusan dan keikhlasan, kita saling bermaafan. Happy Iedul
Fitri. Bila ada langkah membekas lara, ada kata merangkai dusta,
ada sikap menoreh luka, di hari fitri ini tulus hati memohon maaf.

Putih kata, putih hati, lapangkan jiwa tuk sambut hari nan fitri, songsong
hari depan gemilang dengan tautan erat jemari. Mohon maaf lahir & batin

The time has come for every soul to purify heart for every man to begin
a new life & for us to let all mistakes forgiven & forgotten, amien.
Happy Idul Fitri.

Ketika bumi menjadi bayang-bayang surga, kedamaian dirasakan oleh semua
orang yang memiliki kebersihan jiwa dan kebeningan hati. Ketika meminta
maaf dan saling memaafkan tulus berasal dari kalbu iklhas.
Semoga fitri ini tetap terjaga sampai Ramadhan tahun depan.

Seiring takbir, tahlil dan tahmid menggema, izinkan kedua tangan
bersimpuh memohon maaf. Selamat Idul Fitri. Mohon maaf lahir batin.

Ya Allah, Berkahilah saudaraku yang baik ini. Limpahkan rizkimu padanya.
Bahagiakanlah dia dan keluarganya. Mudahkanlah semua urusannya.
Terimalah ibadahnya. Amien.

Sruan Takbir m'iringi brlalux bln pnuh Berkah & Ampunan Kita pun kembal Fitri.
Tp Dosa & Khilaf hny bs trhps dg Maaf.
MINAL AIDIN WAL FAIDZIN MOHON MAAF LAHIR BATIN

Umat butuh dibangunkan lampu2 kebangkitan harus dinyalakan.
Dengan “kesadaran” yang kita tekadkan di bulan suci
semoga benar2 menjadi ruh baru penyusun batu peradaban tertinggi...

Melihat segalanya dengan hati yang bersih, tanpa mengharap pujian manusia2.
semoga menjadi Ramadhan yang berkah,& berdo’amengharap istiqamah di jalan-NYA.
Taqabalallahu Minna Waminkum...

“ Saatnya istirahat dalam pemuasan nafsu duniawi
Saatnya membersihkan jiwa yang berjelaga
Saatnya mensyukuri indahnya kemurahanNya
Saatnya memahami makna pensucian diri
bersama kita leburkan kekhilafan, dengan shaum mempertemukan kita dengan Keagungan Lailatul Qadar
dan kita semua menjadi pilihanNya untuk dikabulkan do'a - do'a dan kembali menjadi fitrah”

Tiada hari seindah Jumaat, tiada kata seindah zikir, tiada ibadah seindah solat,
tiada bulan seindah Ramadhan dan tiada hari dinanti yaitu hari nan fitri. Salam Ramadhan al mubarak dan Selamat Idul Fitri"

Keikhlasan

Keikhlasan sifatnya non material
Rela hati menelusuri kehidupan
Dengan tetesan keringat dan air mata
Dengan pengorbanan sebuah eksistensi diri
Hanya untuk mengubah paradigma semesta

Keikhlasan bagian dari spiritualitas
Sedang spiritualitas tak terukur oleh material
Wajah yang manis menjadi legam
Terkena panasnya terik sang surya
Hanya untuk mengharmonisasikan semesta.

Adakah keikhlasan tersimbolkan
Sedangkan simbol adalah representase makna
Bukankah simbol tuntutan syariat
Dalam upaya menapaki jalan spiritual
Ataukah keikhlasan tersimbolkan dalam bentuk kepanitiaan di LK
Tersimbolkan melalui tetesan keringat peluh tanpa bahasa

Keikhlasan adalah bagian dari spiritualitas
Menemukan spiritualitas melalui keikhlasan memberi
Dan tersingkapnya tabir
Jadikanlah diri milik semesta
Semesta merindukan sentuhan dan belaian tangan kita

HMI - KU

HMI-ku...
Terkadang dianggap tak mempunyai arah yang jelas
Hanya berlindung di balik syariat
Tak terinternalisasi nilai-nilai Islam dalam diri kader
Nilai-nilai Islam semakin tereduksi.

HMI-ku...
Mengapa gerakan lain hanya dengan semangat wahyu dan doktrinal
mampu bertahan sedangkan kita tak bisa?
Bukankah kita telah memiliki ciri-ciri gerakan ideal
Memiliki konsep teologi,kosmologi,epistemologi,sosiologi dan eskatologi.
Ataukah pragmatisme menjangkit pada diri kita
Hingga terkadang meruntuhkan nilai-nilai persaudaraan
Ataukah tak mampu menemukan makna persaudaraan di HMI

Sahabatku...
Rasa individualisme telah menempa diri kita
Bukankah kita ingin membentuk kebersamaan
Bukankah kebersamaan adalah kunci suatu perubahan
Individu tak bisa berbuat tanpa masyarakat
Mungkinkah konsep idealitas HMI tidak jelas
Sedang hedonisme sudah ada di tubuh HMI
Meski dilingkupi oleh syariat.

Sahabatku...
Mungkinkah tidak terjadi reorientasi kesempurnaan diri
Ataukah menganggap kesempurnaan diri tidak prinsipil
Hingga kebanyakan kita tidak bersikap arif
Ataukah kita tidak melakukan pembiasaan
Sedang kultur terbentuk dari pembiasaan

HMI-ku...
Perkaderan kita adalah perkaderan profetis
Perkaderan para nabi
Membentuk kader yang selalu ditempa masalah
Menjadikan sosok pendamba kelelahan
Hingga masalah menjadi suatu hal yang lumrah.

Sahabat...
Bukankah masalah yang kita hadapi
Adalah bagian terkecil dari penderitaan nabi
Bukankah para nabi memiliki kebesaran jiwa
Menanggung segala penderitaan alam,manusia dan binatang.

Ketika kita sudah beribadah
Lalu ditempa musibah
Mungkin ada ibadah yang belum terlaksanakan
Apakah pantas kita menyesal
Sedangkan bagi orang beriman tak akan mengenal kata penyesalan
Sebelum bertindak telah difikirkan secara matang

Sahabat...
Andai saja kalian tahu
Setiap butiran keringat yang mengalir di tubuh kita
Butiran kristal bening di sudut mata
Adalah bagian dari kenikmatan spiritual.

Sepasang Bola Mata

Rona wajah meratap di altar kebahagiaan
Beraroma gincu berirama syahdu
Mengukir senyum terbalut kepuraan
Terselimuti gaun bermahkota

Wajah lugu berhiaskan jejaring rasa
Menyembunyikan kesedihan di balik jubah kuning
Meronta-ronta naik di altar kebahagiaan
Gincu berlalu bersama kristal bening
Potret si kembang duduk bersama pangeran

Bola mata di bawah altar kebahagiaan
Berbinar memandang gaun diemaskan
Menyelam ke dalam samudra merah jambu
Menemukan noktah merah merona
Rupanya si kembang meronta menelusuri lilitan duri

Duhai kembang bergaun diemaskan
Terbanglah engkau bersama waktu yang terus menari
Mengarungi semesta bersama tarian jiwa
Lenyapkan kerisauanmu akan binarnya sepasang bola mata

Sepasang bola mata tetap tersenyum
Dan akan tetap melukis senyuman
Meski dengan warna yang retak

Pergi

Adzan subuh
Aku ingin pulang
Kemasi semua mimpiku
Dan bergegas pergi
Tinggalkan semuanya
Adzan subuh
Awalku menuju

Garis tipis benci dan rindu mungkin tlah Qmasuki
Ataw mungkin dirinya...???
Q gak maw terjebak dalam praduga
Qmemilih diam dan tinggalkan kenangan ...
Waktu jua yg pertemukan kami dan ia pula yang memisahkan kami
Qbalut sepi ini dengan tirakat
Dan sedikit airmata.....

Aku; aku, kamu; Chairil

Aku; aku, kamu; Chairil
Aku bukan kamu
Walaupun akunya kamu
Kamu juga akunya aku
Padahal aku kamu banget gitu loch
Kamu pun aku banget-banget abeees
Aku aku, kamu kamu
Kamu kamu, aku aku
Semau mauku
Semau maumu
Biar aku padamu, selalu
Kali kali aja kamu juga padaku,
Bisa jadi aku kekamu-kamuan
Dan kamu keaku-akuan
Abisan
Kebetulan
Jangan-jangan
Tahun depan kita seumuran
Namun
Apabila
Sementara
Diantaranya
Maka dari itu
Oleh karena
Daripada
Meskipun
Bagaimanapun
Walaupun
Sekalipun
Kamu mengaku-aku
Aku tetap bukan kamu
Aku takkan pernah kamu
Aku; aku, kamu; Chairil

Di Alamatkan Kepada Khairil Anwar

Sabarlah khairil
hisaplah rokokmu dalam dalam
sebentar lagi akan datang puisi

Duduklah di situ khairil
aku sedang dalam perjalanan menjemputi puisi puisi
mereka tersebar di sekeliling kota

Masih berapa batang ada sigaretmu?
kalau begitu tentu masih cukup buatmu menelan pemandangan
dan membuatnya jadi puisi yang merindang teduh sampai sana

sungguh
aku hanya berkeliling menjemputi cecer puisimu
tanpa berusaha menjadi salah satu dari mereka

tunggu ya

Rizkiku

Aku tahu, rizkiku tak mungkin diambil orang lain
Karenanya hatiku tenang
Aku tahu, amal-amalku tak mungkin dilakukan orang lain
Maka aku sibukkan diriku bekerja dan beramal
Aku tahu Allah selalu melihatku
Karenanya aku malu bila Allah mendapatiku melakukan maksiat
Aku tahu kematian menantiku
Maka kupersiapkan bekal untuk berjumpa rabku

Inginku

Inginku selalu sebut nama-Mu
Dalam setiap desahan nafasku
Di tiap detakan jantung
Pada tiap langkah-langkah kakiku Pada tiap kedipan mata
Tapi mengapa kadang bibir kelu
Terlalu banyakkah
dosa hamba-Mu ini
Ya Allah

Bimbang

Ketika aku harus memilih
Antara cerita dua kehidupan
Yang akan mengalir
Dalam setiap detik waktu
Atau ketika aku harus memilih
Antara membaca puisi Khairil Anwar
Atau syair Kahlil Gibran
Yang akan memberi inspirasi
Disetiap gores karyaku
Dan mesti aku harus mengatakan
Bahwa karyaku tak ternilai
Dibanding karya mereka

Mayoga

Serasa secepat kilat
Serasa sekejap mata
Bak mimpi di malam sunyi
Diriku telah…….
Masuk di kalbumu
Di duniamu
Namun…….
Jiwa tak mampu mau
MAYOGA…….
Berhiaslah lampu-lampu ilmu
Berpeganglah irama iman dalam berpacu dan berumbu
Bersatulah…….
Berpadulah……
Hingga runtuh tak tersentuh
Kejarlah ULTRAPRIMA dalam cita
Dan…….
Selamat tinggal MAYOGA
Semoga jaya selamanya

Pencarianku

Aku ingin pergi saja
Mencari kesenyapan dalam ruang
Kemudian aku mengekor padanya
Untuk ku dapatkan apa itu kasih
Ah…………………

Tapi aku kesal……

Ketika kerak-kerak kesakitan
Masih tampak jelas tanpa temaram
Lalu bagaimana ???
Sedang puing-puing itu tak jelas
Antara selisih dan arahnya
Menjemukan!!!
Karena aku
Masih tetap tinggal

Menulis Cerita " Ibu "

Tak sepatah kata dapat kutuliskan
Aku tak tau mengapa
Apa aku harus mengarang
Aku hanya bisa termenung
Masih teringat di luar sana
Semua orang merendahkanku
Semua orang mengusirku
Anak miskin tak berbapak
Air mata ini tak pernah berhenti
Ketika melihat ibu
Diinjak-injak masyarakat
Dibuang dari perkerumunan
Yang bisa kutuliskan hanya
Sepenggal kalimat dalam hidupku

Aku Ini Binatang

Aku ini binatang
Binatang yang dibuang dipinggir jalan
Binatang yang tak berbulu penuh dengan luka
Binatang yang dipungut seseorang
Binatang yang tak berguna dan ditinggalkan
Binatang yang memakan binatang lainnya
Binatang yang yang tak memiliki hati
Rasanya diri ini ingin mati
Sekarang ku menemukan
Diriku yang sebenarnya
Karena aku adalah binatang

Jeritan Alam

Angin pagi menyapaku
Seolah-olah berkata
Namun ku tak mengerti
Apa yang dikatakannya
Yang terdengar hanya
Maka
Di sisi ruang hampa itu
Dalam diamku
Hatiku pun berbisik
“Bingung” Desis-desis hampa
Kutanya pada pohon
Apa jawabannya
Yang ada hanya lambaian daun-daun
Dan gemerisik ranting berjatuhan
Kutanya pada air
Namun kutanya apa jawabnya
Yang terdengar hanya
Alunan air mengalir
Andai aku pahami
Jeritan-jeritan mereka selama ini
Mungkin kumengerti
Kepedihan yang selama ini terjadi

Sepatah Kata Buat Sahabatku

Bisik jiwa tlah terputus dalam satu hembusan nafas
Janji suci tlah kau ingkari tuk bersama
Dalam tawa dan duka
Yakinlah selalu … sobat
Bawa segala luka yang menyobek hatimu
Adalah pisau yang mengalir di setiap tetes darahku
Kesedihan yang nampak di raut mukamu
Adalah kepedihan terdalamku
Ketidakramahan dirimu adalah penyobek hatiku
Taukah kau sobat?
Bahwa secercah tawa yang dulu slalu menghiasi wajahmu
Kini tlah pudar dan bukan lagi
Kebanggaan dalam tali hati antara kau dan aku
Kini kau telah melepas jemari itu
Padahal aku rapuh tanpa tangan itu
Aku ingin kau selalu menjaga dan melindungiku
Sobat …
Sebuah tamparan yang selalu kudapat bila kusalah
Sebuah bimbingan yang selalu merangkulku bila kulemah
Kini tak akan pernah kudapati lagi
Kemana aku harus mencari itu semua?
Kau pergi tanpa mengucap sepatah kata pun
Kau telah memutus persahabatan itu
Persahabatan yang suci
Kini tlah kau nodai dengan kebungkaman, kebohongan, dan kebosanan
Semuanya penuh kepura-puraan
Kau jadikan persahabatan
Sebagai tempat berlabuh
Tuk mencari pengalaman kehidupan
Kenapa kau lakukan ini?
Ku diam dalam kebungkaman yang penuh kesakitan
Sedangkan dirimu tertawa penuh keriangan
Lalu kini ku bertanya:
Apa menurutmu seorang sahabat?
And sahabat yang tulus seperti apa?
Kau hanya diam tak bisa menjawab
Sobat …

Maafkan diri ini bila diri ini bersalah
Meski kau telah pergi
Bagiku kau selalu ada dalam hatiku
Karena kau adalah sahabatku
Dari dulu dan sampai kapan pun

Kabut Pagi di Suryakencana

CHAPTER 1:
MAPALA


Hari menjelang senja ketika rombongan Pataga menuruni Lembah Suryakencana dari arah Gunung Gemuruh. Hamparan lembah yang luas tak bertuan itu memutih oleh bunga-bunga edelweiss yang tengah memutik. Lewat temaram senja, edelweiss tampak berpijar-pijar memantulkan cahaya. Sungguh pesona alam yang sangat mengagumkan. Sebagian anggota pencinta alam itu melangkah dalam hening. Udara dingin terasa keras menusuk kulit.
Rudi yang berjalan paling depan memalingkan wajahnya sejenak ke belakang. Sebentar ia menghentikan langkahnya. Matanya mencari-cari Keke. Tak tampak. Heh, di manakah gadis itu?
Sekali lagi diperhatikannya kawan-kawannya yang lain satu per satu. Yah, bukan saja Keke yang tidak ada. Heri, Evi, dan Lidia pun tak nampak di dalam rombongan.
"Wik, ke mana Heri?" tanya Rudi kepada Wiwik yang berjalan paling dekat dengannya.
Wiwik menaikkan bahunya sedikit. "Entahlah! Mungkin masih di belakang."
Wajah cowok itu sedikit khawatir menatap Wiwik. Diliriknya jam tangan di lengan kirinya. Pukul lima lewat empatpuluh menit. Berarti sudah duapuluh menit yang lalu mereka berkumpul di Puncak Gemuruh tadi. Seharusnya rombongan yang dipandu oleh Heri pun sudah sampai di lembah. Perjalanan dari Puncak Gemuruh ke lembah tidak terlalu jauh, paling hanya memakan waktu sepuluh menit.
"Mengapa, Rud?" tegur Wiwik.
"Oke, Wik. Kau jalan duluan. Aku tunggu rombongan Heri di sini."
"Ah, kau terlalu khawatir, Rud. Mereka tidak apa-apa. Heri toh, bukan untuk pertama kali ke tempat ini. Setiap gladian, ia selalu ikut, kan?"
Rudi tersenyum kecil. "Ya. Tapi, sekarang ia tetap sebagian dari rombongan kita. Jangan lupa itu!"
Wiwik tertawa gelak, kemudian melangkah meninggalkan Rudi sendirian.
"Ah!" Cowok itu mengeluh singkat. Tidak seharusnya memang ia terlalu khawatir seperti sekarang ini. Tapi... entahlah. Dengan ikutnya Keke dalam rombongan ini, membuat rasa khawatirnya seperti berlebihan.
"Heiiii...!" Terdengar teriakan suara Heri dari sela-sela pohon besar yang menutupi Gunung Gemuruh.
Rudi tersentak. Matanya berusaha mencari-cari sosok Heri. Tapi tak nampak.
"Oiiii...!" Terdengar lagi suara Heri memekik.
Setengah berlari, Rudi menyongsong ke arah suara itu.
"Heri! Heri! Kau di mana?" teriaknya.
"Kami tersesat!" Kali ini teriakan Heri terdengar tidak terlalu jauh.
"Kalau begitu tak usah kau lanjutkan perjalanan itu. Sebaiknya kembali ke jalur semula!" ujar Rudi dengan penuh rasa khawatir. Ia tak tahu, mengapa tiba-tiba saja ia begitu cemas. Di pelupuk matanya terbayang wajah Keke. Ah, cepat-cepat ditepisnya bayangan gadis itu.
"Heri, kau masih di situ?"
Sekarang tak terdengar jawaban Heri. Perasaan Rudi semakin gelisah.
"Heri! Heri kau masih di situ?" ulangnya sekali lagi.
Tak ada jawaban.
"Heri, kau kembali ke jalan semula!"
Tetap sepi, tak ada jawaban. Hening di lembah itu tiba-tiba saja terasa sangat mencekam.

***

CHAPTER 2:
KABUT PAGI DI SURYAKENCANA

Rudi menatap langit yang kian gelap. Dalam pikirannya kini, yang terbayang adalah Keke. Kasihan gadis itu. Baru pertama kali mendaki, sudah tersesat. Bah! Rudi memaki udara kosong. Ini tentu eksperimen Heri untuk mencari jalan baru menuju lembah. Anak satu itu memang sok tahu, sok pahlawan!
Kecemasan Rudi semakin kuat. Apalagi belum ada tanda-tanda mereka tiba di lembah.
"Heri! Evi! Lidia! Ke...!"
"Hei!" Tak jauh darinya, Heri — diiringi langkah Lidia, Evi, dan Keke — melambai ke arahnya. Wajah mereka biasa saja, tak ada tanda-tanda mereka nyaris tersesat di dalam hutan sana. Bahkan ia melihat Keke, gadis yang begitu di khawatirkannya, asyik mengobrol bersama Lidia sambil tertawa ceria.
Sialan, umpat Rudi dalam hati. Kiranya cuma ia saja yang dicekam rasa cemas. Sedangkan mereka yang dicemaskan bersikap biasa-biasa saja, seperti tak terjadi apa-apa. Sialan! Sekali lagi Rudi mengumpat.
"Kau ajak ke mana mereka, Her?" tanya Rudi, menahan dongkol.
Heri tersenyum sambil menepuk pundak cowok itu, akrab. "Kami hampir tersesat tadi. Aku mengusulkan untuk menuruni jalur baru, yang kuperhitungkan bisa memotong jalan. Eh, ternyata jalur itu buntu!" Heri mengumbar gelak seenaknya, seakan tidak punya perasaan bersalah setelah membuat Rudi khawatir.
"Untung saja kau tak mati di sana!" rutuk Rudi, yang masih diselimuti perasaan dongkolnya.
Heri kembali tertawa. "Yah, rasanya aku memang tak mungkin mati di sini. Terlalu menyedihkan, karena bangkaiku tak ada yang mengurus."
"Tapi kau bisa pulang pakai helikopter!"
"Hahaha...." Heri kembali menjawab kedongkolan kawannya dengan suara tawanya yang keras.
Rudi tersenyum masam. Dalam hati ia merasa malu dengan perasaannya sendiri. Seharusnya ia memang tak perlu khawatir secara berlebihan. Heri rasanya tak mungkin tersesat jauh untuk menuruni Gemuruh menuju lembah. Sudah hampir lima tahun berturut-turut ia ikut membimbing gladian di tempat ini. Bah! Perasaan jengkelnya muncul lagi ketika tahu Heri hanya mempermainkannya. Agaknya anak itu tahu kalau ia menyimpan kekhawatiran pada Keke.
Diliriknya gadis yang berjalan di samping Heri itu.
Wajahnya berkesan acuh tak acuh. Apalagi dengan potongan rambutnya yang cepak serta kacamata minus di tulang hidungnya. Rudi menarik napas panjang.
Gadis itu begitu pas dengan sikapnya yang cuek.
Diam-diam Rudi menyimpan ketertarikannya pada gadis itu dalam-dalam di hatinya.
Langit di sekitar lembah kini berkilau dalam cahaya keperak-perakan. Mega hitam berarak, siap menutupi cakrawala. Mereka beriringan menuju kemah. Dingin udara lembah sudah terasa menusuk kulit. Bahkan Evi sudah nampak menggigil.
"Ayolah, kita cepat sedikit. Kita masih harus membangun tenda dulu," ajak Rudi.
Mereka pun berjalan agak tergesa menuju tempat perkemahan. Tiba di sana, tenda sudah berdiri. Ati dan Wiwik sudah mulai sibuk menjerang air. Mereka memang termasuk gadis-gadis terampil di Pataga. Kedua gadis itu sudah cukup terbiasa bertualang di alam bebas. Kesiapan mereka memang patut dihargai.


***

CHAPTER 3:
CINTA ALAM

Rudi tersenyum bangga kepada kedua gadis itu. "Heh, kalian boleh juga," pujinya.
"Apanya yang boleh?" Wiwik pura-pura tak mengerti pada pujian Rudi.
Rudi memutar matanya pada tenda dan kompor gas yang sudah menyala. "Pekerjaan kalian boleh juga, sehingga aku bisa langsung istirahat di sini." Rudi membanting tubuhnya di dalam tenda.
Semua yang melihat ulah cowok itu tersenyum; kecuali Keke yang hanya menatapnya dengan senyum dingin. Hal itu tentu saja membuat perasaan Rudi jadi mangkel. Tapi, ah, gadis boyish alias tomboi itu terlalu sayang untuk diumpatkan. Entahlah, setiap menit pembawaan gadis itu semakin menarik saja di matanya. Padahal selama ini ia tak pernah memendam perasaan yang seperti itu kepada setiap kawannya sesama pencinta alam. Kalaupun ia mengagumi Wiwik atau Novi, misalnya, itu hanya sebatas perasaan kagum semata. Tak terlalu mendalam.
"Rud, kau mau minum kopi nggak?" Terdengar tawaran Ati kepadanya.
"Oh, tentu, kalau kopinya cappuccino!" ujar cowok itu bergurau, sok glamor.
Heri tertawa sambil melempar handuk ke badan kawannya itu. "Gayamu! Seperti anak tajir saja. Padahal, biasanya juga minum kopi tubruk. Kopi hitam kampung, tanpa gula pula!" cetusnya.
Rudi tertawa terbahak. "Dalam cuaca lembah yang begini dingin, minum kopi ala cafe yang harganya selangit memang enak sekali, ya?"
Sebenarnya, Rudi mencoba mengalihkan ucapannya pada Keke.
Namun, gadis itu diam saja. Hanya sekilas saja senyumnya mengukir di bibirnya yang tipis. Ah, seperti air di daun keladi saja. Hilang tak berbekas.
Kini cowok itu kembali mengalihkan tatapannya pada Heri, yang balas memperhatikannya dengan cengar-cengir — seolah mengejeknya dengan ucapan: 'Rasain lu!'
"Kalau kau bawa kopi apa, Nyong?" Rudi mengarahkan pertanyaannya pada Heri.
Anak itu semakin melebarkan cengirannya. "Kopi dangdut!" ujarnya.
Dan tawanya yang besar itu pun terdengar lagi.
"Jidatmu!"
Heri tertawa. Rudi tertawa.
Akhirnya semua yang ada ikut tertawa dalam kelakar itu, kecuali Keke. Ia asyik duduk di luar tenda menghadap ke kompor sambil mengusap-usap rambutnya yang cepak itu.
Rudi meliriknya sekilas.
Takut ketahuan Heri, maka ia buru-buru mengalihkan matanya pada rebusan mie-instan yang kini bergolak di dalam panci.
Iseng, diaduk-aduknya mie-instan dengan sendok.
"Hei, jangan! Nanti hancur, malah nggak enak," larang Ati, sang Juru Masak.
"Habis, lama sekali matangnya," kilah Rudi.
"Huss!" Ati menggebah.
Rudi pura-pura ngambek. "Aku sudah lapar, nih!"
Padahal kala itu ia gugup, dan sangat gugup karena tatapan Keke lurus dan tajam mengarah padanya.
"Sabar, dong! Memangnya kamu sendiri yang lapar?" Ati menggerutu.
Rudi tersenyum masam. Tak sadar, matanya kembali beralih pada Keke. Dan... uh! Gadis itu ternyata masih menatapnya dengan tatapan yang tajam dan dingin. Tatapan mereka berbenturan. Dan, yang aneh, bukan gadis itu yang tersipu. Sebaliknya, Rudi-lah yang menundukkan kepalanya, menghindar dari Keke.
Entahlah, berhadapan dengan gadis itu, tiba-tiba keberanian Rudi sebagai cowok selama ini hilang begitu saja. Udara jadi semakin dingin dirasakan cowok itu. Tanpa sebab yang pasti, tiba-tiba saja ia menggigil. Apakah karena tatapan Keke, atau karena udara di lembah yang memang dingin!

***

CHAPTER 4:
KEKE

Brrr....

Rudi cepat-cepat mengenakan jaketnya.
"Mengapa, Rud? Dingin?" tegur Evi.
Cowok itu mengedikkan bahunya. "Entahlah," ujarnya pelan. "Malam ini udara lembah dingin sekali, ya?"
Wiwik tertawa. "Tumben kau kedinginan. Biasanya kau kan tahan dingin?"
"Entahlah!" Kini Rudi menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Barangkali karena kau lapar. Makanlah dulu. Mi-instan sudah matang."
Tanpa menawarkan kawan-kawannya yang lain, Rudi langsung saja menyambar piring plastik yang disorongkan Wiwik kepadanya. Barangkali benar juga yang dikatakan Wiwik, aku menggigil karena lapar, bukan karena tatapan Keke barusan. Ya, mudah-mudahan saja. Cowok itu sibuk membesarkan hatinya sendiri.
Rudi sudah selesai lebih dulu ketika kawan-kawannya yang lain bersiap-siap untuk makan. Agar tidak mengganggu, cowok itu keluar tenda. Ditatapnya langit. Sungguh indah sekali. Bulan purnama sudah bulat penuh menggantung di atas sana. Rudi melihat Keke tengah duduk memeluk kedua kakinya sambil tersenyum kepadanya.
Fuih! Gila! Gila! Rudi memaki-maki perasaannya sendiri. Mengapa bayangan gadis itu menjadi kian begitu dekat dengannya! Gadis yang baru dua hari lalu dikenalnya!
Sungguh suatu perkenalan yang tak terduga. Ketika Kelompok Pataga merencanakan kebut gunung dan berkemah di Lembah Suryakencana, tiba-tiba saja Keke ikut mendaftar di sana.
Mulanya gadis mungil dan tomboi itu memang tidak mendapat perhatian khusus dari anggota Pataga. Tapi, Heri-lah yang keras hati untuk memperbolehkannya.
"Dia kan bukan anggota Pataga, Her?" begitu kata Ati.
"Lho, apa salahnya? Toh perjalanan kali ini cuma sekadar pendakian biasa. Tidak ada acara khusus dari Pataga," Heri ngotot memperjuangkan Keke.
Rudi, yang ketika itu juga ada di tengah mereka, hanya diam saja. Ikut atau tidak Keke dalam rencana itu, tidak menjadi soal baginya. Terlebih ia belum kenal dekat dengan gadis yang sedang didebatkan oleh Ati dan Heri itu. Kemarin ia hanya sepintas melihat gadis itu ketika mendaftar di sekretariat Pataga.
"Terserah Rudi sajalah kalau begitu. Dia yang akan menjadi pemandu dalam kegiatan nanti," Ati menyerahkan persoalan itu kepadanya.
"Bagiku tak jadi soal. Yang penting, dia tidak akan membebani kita. Maksudku, meskipun rencana ini bukan program dari pencinta alam, tapi medannya cukup berat. Kita akan naik dan menuruni dua gunung sekaligus. Apakah gadis itu cukup kuat?" Katanya, melempar pertanyaan pada Heri.
"Untuk itu aku kurang tahu pasti, Rud. Tapi, aku yakin, Keke pasti kuat."
"Ya, kalau begitu no problem. Ajak sajalah! Tapi, kalau ada apa-apa padanya, kau yang bertanggung jawab, ya?"
"Beres!" janji Heri pasti, sambil menepuk pundak Rudi tanda terima kasih.
Ati yang merasa suaranya dikalahkan, hanya tersenyum sumbang. Kemudian ditinggalkannya Heri dan Rudi di ruang sekretariat yang sempit itu.
"Kenapa sih kamu ngotot ngajak cewek itu?" tanya Rudi, memancing reaksi Heri.
Heri cuma mesem saja.
"Pacarmu?"
Heri menggeleng.
"Lantas, kok kau begitu semangat mengajak dia?"
"Tidak apa-apa. Aku hanya berteman biasa saja dengan dia. Kau tak usah berpikir macam-macam tentang dia, ya?" ujar Heri.
Rudi tertawa.
Ia memang selalu begitu, tak pernah peduli dengan urusan orang lain. Barangkali itu pula sebabnya hingga sekarang ia tak pernah punya pacar. Kadang berpacaran baginya hanya menjadi beban saja. Mesti beginilah, begitulah. Bah, semua serba diatur.
Sungguh menjengkelkan!

***

CHAPTER 5:
JATUH HATI

Namun, semua itu menjadi berubah ketika ia mengenal Keke. Gadis itu memberikan suasana baru di hatinya. Tentang kekhawatirannya yang berlebihan tadi, tentang tatapan tajam matanya, dan tentang sikapnya yang acuh tak acuh. Ah, semua yang ada padanya telah menimbulkan suatu getaran yang indah di hatinya.

Jatuh cintakah aku, pikir Rudi.
Lalu ia pun mendesis, seakan tidak mempercayai perasaannya sendiri.
"Kau suka bulan purnama?"
Rudi tersentak dengan pertanyaan yang halus itu. Di sampingnya, Keke berdiri dengan jaket merah menyala. Ia tampak lebih menarik dengan gayanya itu.
"Ya, aku suka bulan purnama. Tapi, itu jika aku sedang berada di sini. Di Jakarta, aku tak dapat menikmati sinar bulan seindah sekarang karena tertutup oleh gedung-gedung pencakar langit."
Keke tersenyum, kemudian menghempaskan pantatnya di atas rumput. Sementara suara gemericik air sayup-sayup terdengar dari kali kecil yang tak jauh dari mereka. Di sekeliling gelap gulita. Hutan bunga-bunga edelweiss pun sudah tak mampu lagi menerobos pekatnya malam.
"Namamu Rudi, kan?" ujar Keke, terdengar pelan di telinga Rudi.
Cowok itu mengangguk.
"Kamu sudah tahu namaku?"
Rudi kembali mengangguk.
Gadis itu tersenyum. Sinar bulan purnama yang memantul lemah, menembus lensa kacamata gadis itu. Rudi dapat menyaksikan betapa indah sebenarnya kilau mata gadis itu. Ah!
"Mengapa kau tertarik untuk ikut dalam pendakian ini?" tanya Rudi.
Keke diam saja. Matanya menatap lurus ke depan, seakan ingin menembus kegelapan malam. Kemudian ia tersenyum, begitu dingin dan beku.
Rudi tak bergeming. Ia memang bukan termasuk cowok yang pintar memancing pembicaraan; apalagi dengan seorang gadis.
"Kau ingin tahu mengapa aku tertarik untuk ikut bersama kelompokmu?" Gadis itu berpaling dan menatap Rudi dengan mimik serius.
"Ya, jika kau tidak keberatan menceritakannya padaku."
Keke tertawa pelan. Lalu mempermainkan ujung-ujung rumput di dekat sepatunya.
"Karena ada Heri?" tebak Rudi digemuruhi rasa cemburu yang mulai membakar hatinya.
Mata gadis itu terbeliak sebentar. Kemudian terdengar lagi ia tertawa pelan sambil kepalanya menggeleng-geleng. "Bukan. Bukan karena Heri. Dia adalah sahabatku sejak SMA dulu."
"Lantas?" Rudi mulai penasaran.
"Ini adalah pelarianku."
"Pelarian?" Rudi mengernyitkan kedua alisnya. "Pelarian bagaimana maksudmu?"
"Ya, pelarian. Aku lari dari keluargaku," ujar Keke.
Ucapannya begitu tenang. Tak ada gejolak di sana. Nadanya terlalu dingin.
"Heh? Mana bisa aku percaya itu?" sentak Rudi.
Keke tertawa, kali ini terdengar agak keras. Dari dalam tenda, terdengar suara Heri mendehem.
"Mengapa tertawa?"
"Pertanyaanmu lucu."
"Oya, pertanyaanku lucu?"
Keke manggut.
"Ya, barangkali aku ini masih norak, ya? Aku sering tak percaya jika ada seorang gadis lari dari rumah."
Keke membisu. Ucapan Rudi memang terasa agak menikam jantungnya. Tapi, tidak. Kenyataannya toh ia memang lari dari keluarganya. Meninggalkan kemelut dalam rumah tangga orangtuanya. Namun, itu hanya karena ia ingin mencari ketenangan semata.

***

CHAPTER 6:
BROKEN HOME

"Kurasa, kau benar, Rud. Memang tidak wajar jika ada anak gadis yang lari meninggalkan keluarganya. Tapi, semua itu terpaksa aku lakukan karena aku ingin hidup tenang dan damai. Selama ini, hal itu tak pernah kudapatkan di rumah," Keke mulai bicara banyak perihal dirinya.

Dan Rudi pun mulai mengerti situasi kehidupan Keke yang sebenarnya.
"Aku anak tunggal. Seharusnya aku hidup dimanja, bukan?"
Rudi mengiyakan.
"Tapi nasibku malang. Jadi anak tunggal, bagiku berarti sengsara. Tidak punya teman untuk mengadu, tak ada kawan yang senasib. Orangtuaku sudah lama hidup berpisah, meskipun tidak bercerai."
"Apakah hanya karena itu kamu melarikan diri?"
"Ya. Di rumah aku sering kesepian. Ibuku selalu sibuk. Ia punya banyak kegiatan sosial di rumah."
"Lho, seharusnya kau bangga punya ibu yang aktivis seperti itu."
Keke terseyum getir. "Bukan pujian yang kuterima, Rud. Orang-orang sering menggosipkan Ibu yang bukan-bukan. Ah, sudahlah, sebaiknya tidak kuceritakan padamu tentang semua ini. Aku malu."
"Lalu, apa rencanamu dalam pelarian ini?"
"Entahlah." Keke mengedikkan bahunya.
Rudi menyimak takzim.
"Aku hanya ingin terlepas dari segala macam beban yang selama ini kupikul," resah gadis itu dengan mata berkaca-kaca.
Rudi membisu.
Keke menelan ludahnya dengan susah payah. Masih terdiam, berat mengeluarkan sepatah kata pun. Rudi turut membeku. Hanya matanya yang bergerak. Dipandanginya sosok Keke yang mungil itu.
Kini bukan hanya getaran cinta saja yang dirasakan oleh Rudi, tapi juga sebersit rasa iba pada gadis broken-home itu. Pantas saja kalau sikapnya agak pendiam dan kadang juga begitu dingin.
"Ah, sudahlah, Rud. Sudah cukup malam. Aku mau tidur dulu," sambil berkata, Keke berdiri dari duduknya. Melangkah ke dalam tenda, dan membiarkan Rudi sendiri terpana menatap bulan yang bulat penuh.
Cahaya purnama kini perlahan-lahan semakin memucat. Tak lama, Rudi pun menyusul Keke. Masuk ke dalam sleeping bag-nya, kemudian tidur.

***

CHAPTER 7:
RENCANA KE GUNUNG GEDE

Pagi hari, Rudi terbangun oleh udara dingin yang menerpa wajahnya. Langit masih gelap. Bulan purnama yang semalam penuh, kini tinggal separuh dengan cahaya pudar.

Rudi melihat jam tangannya. Pukul empat lewat empatpuluh menit. Sudah hampir subuh rupanya. Dipandanginya suasana sekelilingnya. Tak jauh darinya, tampak tubuh Heri duduk membelakanginya.
"Her, ngapain kau pagi-pagi sudah melamun?"
Heri terkekeh. Tawanya cerah sekali di subuh ini. "Bangunlah!"
Rudi mengikuti perintah kawannya itu. Ia bangun dan menghampiri Heri. Ditepuknya pundak Heri berulang-ulang. "Apa yang sedang kau pikirkan, Fren?"
"Aku sedang berpikir untuk mencari jalan baru melalui Gunung Gede."
"Satu ide yang bagus. Kapan kau akan survei?"
"Rencanaku pagi ini, sekalian turun nanti."
"Bah, gila kau! Persiapan kita tidak cukup matang, Her. Kita tidak bawa peta dan kompas."
"Ah, itu bukan persoalan penting. Aku sudah sering naik-turun Gede. Jadi, medannya tak terlalu bahaya. Paling tidak, sudah banyak kukenal."
"Kau tak bisa menganggap remeh seperti itu, Her. Bagaimanapun, Gunung Gede itu adalah alam. Ia tetap menyimpan misteri yang belum pernah kita ketahui."
Heri tertawa, seakan menertawakan kepengecutan Rudi. "Kau takut mati?"
Rudi tersentak dengan pertanyaan Heri. "Bukan itu soalnya, Her. Kematian bisa ada di mana-mana. Tapi, aku tak mau konyol!"
"Oke. Aku tak mau memaksamu, Rud. Kau bisa turun lewat jalan biasa. Biar aku sendiri yang akan mencari jalan baru."
"Gila! Kau nekat, Her."
Heri tersenyum kepada Rudi. "Petualangan selalu menarik bagiku, Rud. Itulah sebabnya aku akan pakai modal nekat."
"Lalu bagaimana dengan anak-anak yang lain?" tanya Rudi.
Heri mengangkat bahunya.
"Apakah...." Heri menyalib.
"Yah, terserah mereka. Yang ingin langsung pulang, silakan ikut denganmu. Dan bagi yang mau ikut denganku, juga tak ada salahnya, bukan?" ujarnya ringan.
Rudi mengangguk.
Kemudian mereka sama-sama diam, menatap pada hamparan edelweiss di sekeliling. Tak terasa matahari sudah muncul dari arah timur. Dan anak-anak yang lain pun sudah bangun.
Tepat pukul delapan pagi, mereka sudah siap untuk meninggalkan Lembah Suryakencana. Saat itulah Heri mengatakan niatnya untuk menempuh rute baru. Dan ia pun menawarkan bagi mereka yang ingin ikut.
Dada Rudi terasa bergemuruh ketika Keke merupakan orang pertama dan terakhir yang mengacungkan telunjuknya untuk mengikuti Heri. Betapa ingin Rudi melarang gadis itu. Tapi... itu tak mungkin ia lakukan karena ia tahu, Keke tak mungkin berpihak kepadanya.

***

CHAPTER 8:
MISTERI GUNUNG GEDE

Beriringan mereka menyusuri lembah, menuju Gunung Gede. Kabut masih tebal di lembah nan luas itu. Mereka berjalan di dalam kabut tanpa banyak bicara. Agaknya keputusan Heri untuk menempuh rute baru, mempengaruhi suasana pendakian itu. Wiwik yang biasanya paling ceriwis, kini jadi pendiam. Begitu pula dengan Ati, Lidia, dan Evi. Ketiganya melangkah jauh di depan.

Tiba di puncak Gunung Gede, Rudi menatap ke arah lembah sejenak. Kini hutan-hutan edelweiss tak tampak jelas karena tertutup kabut. Yang kelihatan hanya gumpalan kabut semata. Dari atas, ia tampak begitu suram.
Keke berdecak. "Kabut abadi. Percayakah kau bahwa kabut itu tak akan pernah tertepis dari lembah ini? ujarnya, seolah bertanya pada Rudi.
Rudi tersenyum. "Tidak ada yang abadi di sini. Lihatlah, sebentar lagi kabut itu akan segera menepis. Dan bunga-bunga edelweiss akan tampak kembali. Tentu indah kalau kita lihat dari Puncak Gede ini," ujarnya, menimpali omongan Keke.
Gadis itu tertawa. Rudi tak dapat menerjemahkan tawa gadis itu. Tawa yang terdengar lembut, tapi begitu sarat dengan beban.
Tiba di kawah, mereka berpencar. Rudi, Lidia, Wiwik, Evi serta Ati, mengambil rute umum. Sedangkan Heri dan Keke memilih rute baru. Sebelum berpisah, Rudi menyalami keduanya.
"Selamat jalan, Fren!" ucap Rudi, menepuk bahu Heri. "Semoga kalian berhasil!"
"Terima kasih, Rud. Doa kalian juga kami harapkan," balas Heri sambil menjabat tangan Rudi, erat.
Suasana hening sejenak. Sebenarnya Rudi berat sekali untuk melepas mereka.
Namun, apa daya, kemauan Heri begitu keras.
Padahal mereka tanpa persiapan kompas dan makanan yang memadai. Ah, ingin sekali dia mencegah Heri dan Keke melanjutkan ide mereka itu. Tapi....
Kini tatapan Rudi beralih pada Keke. Gadis itu membalasnya dengan senyum. Diulurkan tangannya pada cowok itu.
"Jaga diri baik-baik, Rud. Kalau boleh, aku pinjam syal merahmu, ya?"
Rudi melepas syal di lehernya, kemudian memberikan kepada Keke. Entah mendapat keberanian dari mana, tiba-tiba saja Rudi merengkuh pundak gadis mungil itu.
"Hati-hati, Ke. Jangan anggap ini sebagai pelarian, tapi anggaplah sebagai perjuangan. Selamat jalan."
Gadis itu tersenyum sambil melilitkan syal merah di lehernya. "Oke. Bye, semuanya!" katanya sembari melambai.

***

CHAPTER 9:
SELAMAT JALAN, KEKE!

Kemudian mereka berpisah, menyusuri jalan masing-masing. Namun, belum jauh mereka terpisah, tiba-tiba saja Rudi mendengar jeritan Keke yang nyaring, bahkan terdengar teramat nyaring.
Rudi tersentak, kemudian berlari kembali ke belakang.
Apa yang telah terjadi?!
Dilihatnya tubuh Keke terguling-guling di sela-sela batang pohon. Darah mengucur segar dari wajah dan kepalanya. Sementara di sampingnya, keadaan Heri lebih menyedihkan. Kedua kakinya patah serta seluruh wajahnya penuh darah.
Apa yang terjadi?
Apa yang terjadi?! pekiknya histeris.
Tiba-tiba sekelilingnya terasa gelap gulita.
Rudi disergap rasa bersalah karena ia tadi tak mampu mencegah mereka berdua. Dan penyesalan itu semakin ganas menyergapnya. Kepalanya mulai terasa pusing. Di dekatnya, tubuh Keke dan Heri tak bergerak.
Mereka telah mati....
Dan seketika itu juga Rudi berteriak keras sekali. "Tidaaak! Tidaaak...!"
Bersamaan dengan teriakannya itu, kakinya menendang seseorang. Matanya terbuka. Di sekelilingnya tampak terang-benderang. Di ujung tempat tidur, terlihat ibunya duduk sambil tersenyum penuh kasih-sayang.
"Mimpimu buruk sekali, Rud?"
Astaga!
Cowok itu cepat-cepat bangun dari tempat tidurnya. Diusapnya wajahnya dengan kedua belah tangan.
"Aku mimpi. Aku mimpi," gumamnya.
Kemudian matanya berlari ke arah sudut kamarnya. Di sana tampak sepatu larsnya tergeletak berdebu. Tak jauh, ransel army-look-nya tergantung kusam. Dan, di dinding itu, syal merah yang dalam mimpinya diberikan kepada Keke, tergantung bisu. Warnanya masih tetap cemerlang. Lalu, siapakah Keke, gadis dalam mimpinya itu?!
"Mimpi apa kamu, sampai kakimu menendang Ibu?"
Rudi diam saja. Ia masih termenung. Dirasakannya mimpinya begitu aneh. Ah, siapakah gadis dalam mimpinya itu? Kalau Keke, Keke yang mana? Ia tak pernah punya teman perempuan yang bernama Keke.
Tak sabaran, ia pun berlari ke meja telepon. Langsung diputarnya nomor rumah Heri. Di sana, Heri menyambut sambil terkekeh-kekeh mendengar ceritanya.
"Kau lupa pada Keke, ya?" Heri justru semakin membuatnya penasaran.
"Keke mana sih, Her?!"
"Kau masih ingat ketika kita gladian dua tahun yang lalu?"
"Ya."
"Nah, apa kau lupa, kita kan sempat berkenalan dengan pendaki dari rombongan Tigmapala?"
"Oya, ya. Tapi apakah...?"
"Gadis itu kan bernama Keke!"
"Oya, ya. Apakah kau masih menyimpan alamatnya, Her?"
"Masih. Untuk apa?"
"Aku mau ke rumahnya sekarang."
"Ah, kau gila! Dia kan sudah tiada. Ia termasuk salah seorang pendaki yang hilang di Gunung Gede tiga bulan yang lalu."
Astaga!
Rudi terperangah di tempatnya. Gagang telepon terjatuh dari tangannya. Berkali-kali diusapnya kedua tangan ke wajahnya. Kini ia tertunduk lemas. Ingatannya yang sempurna pulih kembali. Tiga bulan yang lalu, tergabung dalam Tim SAR Mapala, dialah yang menemukan mayat gadis itu.

Astaga! ©

'KU TUNGGU JANDAMU', Status 'Miring' Janda Muda

Pemain: Dewi Persik, Andi Soraya, Chintyara Alona, Yana Zein, Farach Diana, Eddy Brokoli

Setelah bermain dalam dua film horor, Dewi Persik akhirnya berganti genre. Dalam film produksi Maxima Pictures ini, Dewi akan bermain dalam film komedi dewasa, KU TUNGGU JANDAMU. Dalam film ini, Dewi akan beradu peran dengan sesama janda, Andi Soraya.

Film yang skenarionya ditulis oleh Alim Sudio dan disutradarai oleh Findo Purwono Hw ini bercerita mengenai perjuangan Persik, seorang janda yang ingin meluruskan pandangan masyarakat mengenai statusnya.

Perjuangan Persik diawali dengan pengusiran. Sebuah lingkungan apartemen ribut, ibu-ibu menuntut seorang janda muda, Persik, agar minggat karena dia dianggap sebagai biang kekacauan rumah tangga mereka. Suami dan anak-anak mereka terobsesi dengan Persik.

Akhirnya, Persik tinggal di rumah kakaknya, Cherry, yang juga menjanda setelah diceraikan oleh suaminya. Cherry mengontrak sebuah rumah di kompleks tertutup yang berdiri di atas tanah milik keluarga besar Pak Darman. Ada empat rumah lain di kompleks tersebut, yang semua penghuninya mempunyai masalah, dari korban bullying, penderita mother complex, terobsesi seks, dan sebaliknya, ada yang takut berhubungan seks.

Kehadiran Persik mampu 'memanaskan' kondisi kompleks yang awalnya tenang. Namun hal ini juga menjadi bumerang bagi Persik yang terancam diusir untuk kedua kalinya.

Apa yang akan dilakukan Persik untuk membantu warga kompleks penuh masalah? Saksikan perjuangan Persik agar tak diusir lagi, sekaligus meluruskan pandangan warga kompleks mengenai status janda yang diembannya, mulai tanggal 16 Oktober 2008!

'PENCARIAN TERAKHIR', Misteri Gunung Sarangan

Pemain: Alex Abbad, Richa Novisha, Lukman Sardi, Yama Carlos, Tesadre, Tesadesrada Ryza, Aiman Faisal, Imelda Soraya, Ricky Novel, Dian Ari Praswarti, Anwar Fauzy, Wanda Nizar, Tupang Tiar, Verdi Solaiman, Endris Sukmana

Sita terkejut ketika mendengar kabar dari pos Jagawana Gunung Sarangan bahwa Gancar, adik Sita, dan beberapa temannya sudah dua hari tidak melapor ke pos satu. Para petugas di sana bahwa Gancar dan teman-temannya telah hilang di tengah jalur pendakian. Khawatir dengan keselamatan adiknya, Sita lantas mengajak Oji untuk ikut ke Gunung Sarangan untuk mencari Gancar.

Tanpa sepengetahuan Sita dan Oji, Bagus kemudian mendatangi Tito yang sempat mengalami kejadian serupa yang akhirnya menyebabkan hilangnya Norman sahabat karibnya. Karena trauma, Tito kemudian memutuskan untuk mengasingkan diri dari teman-temannya. Untungnya rasa kemanusiaan akhirnya membuat Tito yang semula tak mau ikut akhirnya datang juga untuk membantu tim pencari.

Ada sebuah mitos bahwa Gunung Sarangan dijaga oleh makhluk halus dan siapa pun yang mendaki gunung ini harus mematuhi syarat-syarat dan larangan yang sudah ada sejak turun temurun. Dan perjalanan Tito kali ini akhirnya membuka tabir misteri hilangnya Norman beberapa tahun sebelumnya. Yang jadi masalah adalah bagaimana menemukan Gancar dan teman-temannya yang diduga telah 'disembunyikan' para penunggu Gunung Sarangan karena melanggar larangan yang ada.

Film bergenre thriller dengan bumbu-bumbu mistis ini adalah hasil arahan sutradara Affandi Abdul Rachman yang didasarkan pada naskah karya Syamsul Hadi.

Sajak Peperangan Abimanyu

Ketika maut mencegatnya di delapan penjuru.
Sang ksatria berdiri dengan mata bercahaya.
Hatinya damai,
di dalam dadanya yang bedah dan berdarah,
karena ia telah lunas
menjalani kewjiban dan kewajarannya.

Setelah ia wafat
apakah petani-petani akan tetap menderita,
dan para wanita kampung
tetap membanjiri rumah pelacuran di kota ?
Itulah pertanyaan untuk kita yang hidup.
Tetapi bukan itu yang terlintas di kepalanya
ketika ia tegak dengan tubuh yang penuh luka-luka.
Saat itu ia mendengar
nyanyian angin dan air yang turun dari gunung.

Perjuangan adalah satu pelaksanaan cita dan rasa.
Perjuangan adalah pelunasan kesimpulan penghayatan.
Di saat badan berlumur darah,
jiwa duduk di atas teratai.

Ketika ibu-ibu meratap
dan mengurap rambut mereka dengan debu,
roh ksatria bersetubuh dengan cakrawala
untuk menanam benih
agar nanti terlahir para pembela rakyat tertindas
- dari zaman ke zaman

~ WS. Rendra ~

Sajak Matahari

Matahari bangkit dari sanubariku.
Menyentuh permukaan samodra raya.
Matahari keluar dari mulutku,
menjadi pelangi di cakrawala.

Wajahmu keluar dari jidatku,
wahai kamu, wanita miskin !
kakimu terbenam di dalam lumpur.
Kamu harapkan beras seperempat gantang,
dan di tengah sawah tuan tanah menanammu !

Satu juta lelaki gundul
keluar dari hutan belantara,
tubuh mereka terbalut lumpur
dan kepala mereka berkilatan
memantulkan cahaya matahari.
Mata mereka menyala
tubuh mereka menjadi bara
dan mereka membakar dunia.

Matahri adalah cakra jingga
yang dilepas tangan Sang Krishna.
Ia menjadi rahmat dan kutukanmu,
ya, umat manusia !

~ WS. Rendra ~

Sajak Mata - Mata

Ada suara bising di bawah tanah.
Ada suara gaduh di atas tanah.
Ada ucapan-ucapan kacau di antara rumah-rumah.
Ada tangis tak menentu di tengah sawah.
Dan, lho, ini di belakang saya
ada tentara marah-marah.

Apaa saja yang terjadi ? Aku tak tahu.

Aku melihat kilatan-kilatan api berkobar.
Aku melihat isyarat-isyarat.
Semua tidak jelas maknanya.
Raut wajah yang sengsara, tak bisa bicara,
menggangu pemandanganku.

Apa saja yang terjadi ? Aku tak tahu.

Pendengaran dan penglihatan
menyesakkan perasaan,
membuat keresahan -
Ini terjadi karena apa-apa yang terjadi
terjadi tanpa kutahu telah terjadi.
Aku tak tahu. Kamu tak tahu.
Tak ada yang tahu.

Betapa kita akan tahu,
kalau koran-koran ditekan sensor,
dan mimbar-mimbar yang bebas telah dikontrol.
Koran-koran adalah penerusan mata kita.
Kini sudah diganti mata yang resmi.
Kita tidak lagi melihat kenyataan yang beragam.
Kita hanya diberi gambara model keadaan
yang sudah dijahit oleh penjahit resmi.

Mata rakyat sudah dicabut.
Rakyat meraba-raba di dalam kasak-kusuk.
Mata pemerintah juga diancam bencana.
Mata pemerintah memakai kacamata hitam.
Terasing di belakang meja kekuasaan.
Mata pemerintah yang sejati
sudah diganti mata-mata.

Barisan mata-mata mahal biayanya.
Banyak makannya.
Sukar diaturnya.
Sedangkan laporannya
mirp pandangan mata kuda kereta
yang dibatasi tudung mata.

Dalam pandangan yang kabur,
semua orang marah-marah.
Rakyat marah, pemerinta marah,
semua marah lantara tidak punya mata.
Semua mata sudah disabotir.
Mata yangbebas beredar hanyalah mata-mata.

~ WS. Rendra ~

Sajak Kenalan Lamamu

Kini kita saling berpandangan saudara.
Ragu-ragu apa pula,
kita memang pernah berjumpa.
Sambil berdiri di ambang pintu kereta api,
tergencet oleh penumpang berjubel,
Dari Yogya ke Jakarta,
aku melihat kamu tidur di kolong bangku,
dengan alas kertas koran,
sambil memeluk satu anakmu,
sementara istrimu meneteki bayinya,
terbaring di sebelahmu.
Pernah pula kita satu truk,
duduk di atas kobis-kobis berbau sampah,
sambil meremasi tetek tengkulak sayur,
dan lalu sama-sama kaget,
ketika truk tiba-tiba terhenti
kerna distop oleh polisi,
yang menarik pungutan tidak resmi.
Ya, saudara, kita sudah sering berjumpa,
kerna sama-sama anak jalan raya.
…………………............
Hidup macam apa ini !
Orang-orang dipindah kesana ke mari.
Bukan dari tujuan ke tujuan.
Tapi dari keadaan ke keadaan yang tanpa perubahan.
………….............
Kini kita bersandingan, saudara.
Kamu kenal bau bajuku.
Jangan kamu ragu-ragu,
kita memang pernah bertemu.
Waktu itu hujan rinai.
Aku menarik sehelai plastik dari tong sampah
tepat pada waktu kamu juga menariknya.
Kita saling berpandangan.
Kamu menggendong anak kecil di punggungmu.
Aku membuka mulut,
hendak berkata sesuatu……
Tak sempat !
Lebih dulu tinjumu melayang ke daguku…..
Dalam pandangan mata berkunang-kunang,
aku melihat kamu
membawa helaian plastik itu
ke satu gubuk karton.
Kamu lapiskan ke atap gubugmu,
dan lalu kamu masuk dengan anakmu…..
Sebungkus nasi yang dicuri,
itulah santapan.
Kolong kios buku di terminal
itulah peraduan.
Ya, saudara-saudara, kita sama-sama kenal ini,
karena kita anak jadah bangsa yang mulia.
…………..........
Hidup macam apa hidup ini.
Di taman yang gelap orang menjual badan,
agar mulutnya tersumpal makan.
Di hotel yang mewah istri guru menjual badan
agar pantatnya diganjal sedan.
……...........
Duabelas pasang payudara gemerlapan,
bertatahkan intan permata di sekitar putingnya.
Dan di bawah semuanya,
celana dalam sutera warna kesumba.
Ya, saudara,
Kita sama-sama tertawa mengenang ini semua.
Ragu-ragu apa pula
kita memang pernah berjumpa.
Kita telah menyaksikan,
betapa para pembesar
menjilati selangkang wanita,
sambil kepalanya diguyur anggur.
Ya, kita sama-sama germo,
yang menjahitkan jas di Singapura
mencat rambut di pangkuan bintang film,
main golf, main mahyong,
dan makan kepiting saus tiram di restoran terhormat.
…….....
Hidup dalam khayalan,
hidup dalam kenyataan……
tak ada bedanya.
Kerna khayalan dinyatakan,
dan kenyataan dikhayalkan,
di dalam peradaban fatamorgana.
……….
Ayo, jangan lagi sangsi,
kamu kenal suara batukku.
Kamu lihat lagi gayaku meludah di trotoar.
Ya, memang aku. Temanmu dulu.
Kita telah sama-sama mencuri mobil ayahmu
bergiliran meniduri gula-gulanya,
dan mengintip ibumu main serong
dengan ajudan ayahmu.
Kita telah sama-sama beli morphin dari guru kita.
Menenggak valium yang disediakan oleh dokter untuk ibumu,
dan akhirnya menggeletak di emper tiko,
di samping kere di Malioboro.
Kita alami semua ini,
kerna kita putra-putra dewa di dalam masyarakat kita.
…..
Hidup melayang-layang.
Selangit,
melayang-layang.
Kekuasaan mendukung kita serupa ganja…..
meninggi…. Ke awan……
Peraturan dan hukuman,
kitalah yang empunya.
Kita tulis dengan keringat di ketiak,
di atas sol sepatu kita.
Kitalah gelandangan kaya,
yang perlu meyakinkan diri
dengan pembunuhan.
…........
Saudara-saudara, kita sekarang berjabatan.
Kini kita bertemu lagi.
Ya, jangan kamu ragu-ragu,
kita memang pernah bertemu.
Bukankah tadi telah kamu kenal
betapa derap langkahku ?

Kita dulu pernah menyetop lalu lintas,
membakari mobil-mobil,
melambaikan poster-poster,
dan berderap maju, berdemonstrasi.
Kita telah sama-sama merancang strategi
di panti pijit dan restoran.
Dengan arloji emas,
secara teliti kita susun jadwal waktu.
Bergadang, berunding di larut kelam,
sambil mendekap hostess di kelab malam.
Kerna begitulah gaya pemuda harapan bangsa.

Politik adalah cara merampok dunia.
Politk adalah cara menggulingkan kekuasaan,
untuk menikmati giliran berkuasa.
Politik adalah tangga naiknya tingkat kehidupan.
dari becak ke taksi, dari taksi ke sedan pribadi
lalu ke mobil sport, lalu : helikopter !
Politik adalah festival dan pekan olah raga.
Politik adalah wadah kegiatan kesenian.
Dan bila ada orang banyak bacot,
kita cap ia sok pahlawan.
…..........................
Dimanakah kunang-kunag di malam hari ?
Dimanakah trompah kayu di muka pintu ?
Di hari-hari yang berat,
aku cari kacamataku,
dan tidak ketemu.
……............
Ya, inilah aku ini !
Jangan lagi sangsi !
Inilah bau ketiakku.
Inilah suara batukku.
Kamu telah menjamahku,
jangan lagi kamu ragau.

Kita telah sama-sama berdiri di sini,
melihat bianglala berubah menjadi lidah-lidah api,
gunung yang kelabu membara,
kapal terbang pribadi di antara mega-mega meneteskan air mani
di putar blue-film di dalamnya.
…………………

Kekayaan melimpah.
Kemiskinan melimpah.
Darah melimpah.
Ludah menyembur dan melimpah.
Waktu melanda dan melimpah.
Lalu muncullah banjir suara.
Suara-suara di kolong meja.
Suara-suara di dalam lacu.
Suara-suara di dalam pici.
Dan akhirnya
dunia terbakar oleh tatawarna,
Warna-warna nilon dan plastik.
Warna-warna seribu warna.
Tidak luntur semuanya.
Ya, kita telah sama-sama menjadi saksi
dari suatu kejadian,
yang kita tidak tahu apa-apa,
namun lahir dari perbuatan kita.

~ WS. Rendra ~